Melangitkan Do'a, Menguatkan Pengorbanan dan Perjuangan Bersama Calon Ulama - Munajat Arafah 1446 H

 

Menggapai Keberkahan Arafah dari Tanah Air: Syuhudul Waqif

Sudah sepantasnya kita menyampaikan puji syukur kepada Allah Ta'ala atas berbagai nikmat yang telah Dia turunkan kepada kita semua, hingga hari ini kita diberikan nikmat iman, nikmat Islam, dan nikmat sehat. Alhamdulillah, kita berkumpul di sini, bermunajat kepada Allah Ta'ala, memohon ampunan, memohon keberkahan, dan juga memohon agar Allah membukakan pintu-pintu surga-Nya kepada kita semua. Amin ya rabbal alamin.


Shalawat untuk Sang Teladan Mulia

Salam serta selawat kita sampaikan kepada Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam, manusia yang mulia, suri teladan kita, uswah hasanah kita, manusia yang membukakan pintu cahaya bagi kita semua, hingga kita kelak dapat memasuki Jannah Allah Ta'ala. Beliau adalah manusia yang paling sibuk nanti di akhir zaman, mencari wajah-wajah kita, mencari diri-diri kita orang yang beriman, untuk diajak memasuki Jannah Allah Ta'ala. Manusia yang mulia ini juga akan sibuk mencari kita agar kita dapat meminum seteguk air dari Al-Kautsar-Nya. Mudah-mudahan kita kelak di Yaumil Arafah nanti, di hari akhir nanti, mendapatkan keberkahan dan ampunan serta memasuki Jannah Allah Ta'ala. Amin ya rabbal alamin.




Taujih Hari Arafah: Meraih Kemuliaan Meskipun Tak Berhaji

Bismillahirrahmanirrahim. Bismillahi masyaallah la yasukul khaira illallah. Bismillahi masyaallah la yasrifussu'a illallah. Bismillahi masyaallah ma kana min ni'matin fa minallah. Bismillahi masyaallah la haula wala quwwata illa billah.

Alhamdulillah, alhamdulillahilladzi adhallana fi syahrin adzim. Alhamdulillahilladzi wafaqana bi taufiqhi wa manna alaina birisali nabihi Muhammad Sallallahu Alaihi Wasallam.

Ashadu alla ilaha illallah wahdahu la syarikalah, wa ashadu anna Muhammadan 'abduhu wa rasuluh alladzi la nabiya ba'dah.

Qala ta'ala fi kitabihil karim, A'udzubillahiminasyaitanirrajim: "Alium akmaltu lakum dinakum wa atmamtu alaikum ni'mati waraditu lakumul islami dina."

Waqala nabiyuna Muhammad Sallallahu Alaihi Wasallam: "Baroktuk fi mahajjatil baida' lailuhaha ka nahariha wala yazighu 'anha illa halikun."

Sadaqallahul 'Adzim wasadaqa nabiyunal karim nahnu 'ala dzalika minasy syahidinairin.

Ini Pak Kiai kutipkan dari penjelasan Ibnu Rajab Al-Hambali di dalam kitabnya Lathaiful Ma'arif. Beliau mengatakan, "Al-Qaidu li udzin" (Orang yang tidak menunaikan ibadah karena udzur). Seperti kita hari ini, kita tidak sedang menunaikan ibadah haji, kita tidak sedang menunaikan wukuf di Arafah ini. Kita sedang duduk di sini, kita sedang bermunajat di sini. Kata beliau, "Al-Qaidu li udzin." Kita tidak berangkat ke sana karena udzur. Entah karena sangu-nya, ya, atau mungkin karena kuota-nya, ya. Seperti hari ini kita tahu bagaimana 5.000 calon jemaah haji dengan menggunakan visa furodah gagal berangkat. Itu dari Indonesia saja, ya, belum lagi dari negara-negara yang lain. Itu baru visa furodah, belum visa yang menggunakan visa mujamalah, visa ziarah, visa amil, semuanya tidak bisa berangkat. Bahkan ada saudara kita yang sudah berangkat tertahan di Turki, tidak bisa melanjutkan perjalanan ke Tanah Suci.

Jadi ini semuanya termasuk dalam kategori Al-Qaidu li udzin. Tetapi yang menarik, meskipun kita semuanya ini termasuk orang yang tidak bisa menunaikan ibadah haji karena uzur syar'i yang tadi sudah dikatakan. Tetapi kata beliau "syarikun." Insyaallah kita ini orang yang dicatat oleh Allah sebagai orang yang syarik, orang yang ikut sebagaimana orang yang melakukan atau menunaikan perjalanan haji. Jadi, kita yang tidak ikut ibadah haji, maka insyaallah kita dicatat sedang menunaikan ibadah haji.

Beliau mengatakan, "Warubbama sabaqa as-saira biqolbihi, ya, as-sa'irina bi abdanihim." Warubbama Al-Qaidu as-Sair di sini maksudnya adalah kita tadi, dan boleh jadi orang yang berjalan "biqolbihi" (dengan hatinya) itu bisa mendahului "as-sa'irina bi abdanihim" (mereka-mereka yang sedang menunaikan ibadah haji dengan badan-badan mereka). Jadi kita ini tidak sedang menunaikan dengan badan kita untuk menunaikan ibadah haji, untuk menunaikan wukuf di Arafah, tetapi boleh jadi kita mendahului mereka. Bahkan kemudian di sini disebutkan, "Raa ba'dhum fil manam Asiyata Arafah fil mauqif qaulan." Sebagian di antara mereka ada yang kemudian bertemu dalam mimpi di waktu petang Arafah fil mauqif. Dilihat ada di tempat wukuf qaulan sambil mengatakan. Jadi ada orang terlihat di situ, ketemu di dalam mimpinya. Padahal orang itu tidak menunaikan ibadah haji, tetapi dia menunaikan ibadah haji "bihimmah" (dengan himmahnya) tadi itu. "Fauhifa lahu ahlul mauqif." Kemudian dia mendapatkan kemuliaan orang-orang yang melaksanakan wukuf. Masyaallah.

Nah, ini yang menjadi harapan kita. Meskipun kita tidak menunaikan wukuf, tapi kita bisa mendapatkan kemuliaan ahlul mauqif. Nah, ini. Oleh karena itu, Abu Yazid Muhammad, di antaranya, mendorong para santrinya itu untuk mengadakan kegiatan munajat seperti ini. Untuk apa? "Man tasyabbaha biqaumin fahuwa minhum." Siapa saja yang menyerupai suatu kaum, maka dia bagian dari mereka. Kita sore ini menyerupai ahlul mauqif, maka insyaallah kita bagian dari mereka.

Merasakan Wukuf Arafah dengan Jiwa dan Hati

Insyaallah, kita seperti mereka yang sedang menjalankan wukuf di Arafah. Nah, ini yang menjadi harapan kita. Karena itu, kemudian Al-Hafiz Ibnu Rajab Al-Hambali mengutip syair, beliau mengatakan:

"Hai orang-orang yang berjalan menuju Baitullah, Laqad sirtum jusuman, wasirna nahnu arwaha. Kalian telah berjalan dengan raga-raga kalian, Sedangkan kami di sini telah berjalan menuju ke Baitullah dengan roh-roh kami. Inna aqamna 'ala 'udrin, waqalu. Kami tetap diam di sini karena udzur sementara mereka telah berangkat. Waman aqam 'ala 'udrin kaman raha. Siapa yang tetap tinggal di tempatnya karena udzur dihukumi seperti orang yang berangkat."

Masyaallah. Semoga kita dihukumi seperti orang-orang yang berangkat.


Meraih Keuntungan dan Kesempatan Emas di Hari Arafah

Nah, karena itu beliau mengatakan, "Al-Ghanimatu al-Ghanimah." Ini adalah keuntungan, keuntungan yang harus kita dapatkan. Jangan sampai kita kehilangan ghanimah ini.

"Bi intihazil fursah fi hadihil ayyam al-azimah." Bagaimana kita memanfaatkan kesempatan emas di hari-hari yang mulia ini?

"Fama minha 'iwadun wala lahaimah." Karena tidak ada gantinya.

Tadi sudah disampaikan dalam talaqqi bahwa Hari Arafah itu adalah Af'alul Ayyam fi Sanah, hari terbaik di dalam satu tahun. Ini Subhanallah! Karena itu, "Al-Mubadarah, al-Mubadarah bil 'amal." Bersegeralah, bersegeralah dalam melakukan amal. Ini penting bagi kita semua, ya. Pak Kiai yang sudah berumur atau teman-teman di yayasan yang sudah berumur, dan kalian yang masih baru, ya.

"Al-Mubadarah, al-Mubadarah bil 'amal." Bersegera, bersegera dalam melakukan amal.

"Wal 'ajal, al-'ajal qabla hujumil ajal." Bergegaslah, bergegaslah sebelum ajal mendatangi kita.

"Qabla ayyusrajal mufarritu 'ala ma fa'ala." Sebelum orang-orang yang melakukan kelalaian itu menyesal atas apa yang dilakukan.

"Qabla ayyusrajah, fayasal shihan, fala yujabu mas'al." Sebelum dia diminta kembali, lalu dia akan melakukan amal saleh, lalu kemudian apa yang diminta tidak akan diijabah.

Ingat, orang yang mau mati apa yang dia minta? "Laula akhortani ila ajalin qarib fa'assodaqo wa akunkum minas sholihin." Dia minta waktu sedikit, ya. Kalian ini di ma'had punya kesempatan banyak. Jadi, kalau kalian di ma'had ini menyia-nyiakan waktu, menyia-nyiakan kesempatan, itu merugi. Karena belum tentu kita akan punya kesempatan lagi seperti ini. Jadi, setiap kesempatan yang Allah berikan pada kita itu adalah merupakan fursah dzahabiyah, kesempatan emas. Jangan sampai kesempatan emas hilang, ya. Jangan sampai kesempatan emas ini hilang. Jangan sampai.


Pentingnya Memanfaatkan Waktu: Sebuah Refleksi

Karena itu di sini disebutkan, "Faujibu mas'alal mauta wal muaal walli qobla hujumil ajal." Sebelum kematian itu menghalangi orang yang punya angan-angan dan sampainya angan-angan tadi.

"Alhakumut takatsur hatta zurtumul maqabir." Orang yang masih hidup itu alhakumutu penginnya ini, penginnya ini, penginnya ini. Sudah dikasih rumah, pengin ini. Sudah dikasih mobil, pengin ini. Sudah dikasih ini, pengin ini, pengin ini. Alhakumut takatsur. Tapi kata Allah, "Hatta zurtumul maqabir." Ya.

"Yamar'u murtaahanan fi khufratihi bima qoddama min 'amal." Sebelum seseorang itu menjadi apa? Dia digadaikan di dalam khufrah, di dalam kubangan, ya kubangan apa namanya? Kuburan dia. "Bima qoddama min 'amal." Berdasarkan amal-amal yang sudah pernah dilakukan sebelumnya.

"Kullu nafsin bima kasabat rahinah." Ya. Jadi, setiap orang itu dia, ya, mereka akan mendapatkan apa yang telah dilakukan, ya. "Wala taziru waziratun wizra ukhra." Ya.

Nah, ini. Nah, oleh karena itu, anak-anakku sekalian, Abah Umma juga para pemirsa sekalian yang dimuliakan oleh Allah. Ini yang Allah ingatkan, "Kullu nafsin bima kasabat rahinah." Semua orang akan mendapatkan apa yang dilakukan. Al-marrin khairi wa ma'al marrin syarr. Ya, itu. Dan kita tidak bisa memanen, ya, apa yang bukan tanaman kita.

"Man lam yazra' lam yahsud." Siapa yang tidak menanam, dia tidak akan panen. Itulah filosofi hidup itu. Ya.


Hari Arafah: Detik, Menit, dan Jam yang Mulia

Nah, ini. Nah, karena itu anak-anakku sekalian, para asatidz, ustazat, Abah Umma, para pemirsa yang ada di rumah, inilah kesempatan kita. Mumpung kita masih hidup, apalagi ini adalah Hari Arafah. Makanya tadi Pak Kiai sampaikan, Hari Arafah ini adalah hari yang paling mulia, detiknya, menitnya, jamnya mulia. Jangan gunakan Hari Arafah ini untuk cengengesan. Jangan gunakan Hari Arafah ini untuk main-main. Jangan gunakan Hari Arafah ini untuk yang lain kecuali mendekat kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala. Karena ini adalah hari yang Af'alul Ayyam, hari yang paling mulia.

Sebab apa? Tadi kita sudah sampaikan, ini kesempatan kita karena belum tentu kita ketemu dengan Arafah lagi, ya. Belum tentu. Mungkin ada orang yang ketemu dengan Arafah, tetapi dia tidak bisa memanfaatkan Hari Arafah. Itu tidak ada gunanya.

Karena itu, Al-Hafiz Ibnu Rajab Al-Hambali beliau mengutip syair. Di dalam syair yang dikutip oleh beliau, beliau mengatakan: "Laisa lil mayyiti fi qabrihi fitrun wa adha wal asr." Nanti kalau sudah dikubur, orang yang jadi mayit di dalam kuburnya itu sudah tidak bisa merayakan Idul Fitri, Idul Adha, maupun mendapatkan layanan asr. Enggak ada. Mereka enggak dapat.

Kita sekarang masih diberi Layalin 'Asyr mulai tanggal 1 sampai tanggal 10 Zulhijah. Kita masih ketemu Idul Fitri, kita masih ketemu Idul Adha. Alhamdulillah, mulai kemarin kita puasa Tarwiyah, hari ini kita puasa Arafah. Di mana pahalanya itu, ya, artinya dosa-dosa kita diampuni oleh Allah, ya, tahun yang lalu dan setahun yang akan datang. Masyaallah, saking luar biasanya Arafah ini.

Karena itu, Ibnu Rajab Al-Hambali mengatakan: "Yaman thajbihi bail arbain." Hai orang-orang yang sudah mulai keluar uban-ubannya setelah usianya 40 tahun. "Ya man 'alayya bail layali 'asyr sinin." Hai orang-orang yang telah melalui, ya, setelah ini Layalin 'Asyr sinin bertahun-tahun melewati bahkan sampai usianya 50 tahun ini, ya. "Ya man huwa fi maqil manayah." Hai.


Usia dan Persiapan Menjelang Kematian

Hai orang-orang yang sedang berada dalam medan pertempuran kematian, yang umurnya sudah 60 sampai 70 tahun. Itu sudah fi ma'qil manaya, medan pertempuran kematian, karena tidak ada lagi yang ditunggu kecuali kematian. Karena kata Nabi, "Ma'maru ummati baina sittina wa sab'in." (Umur umatku antara 60 dan 70 tahun).

Ini khabar apa yang kalian tunggu setelah kabar ini? Kecuali kalian didatangi oleh kematian. Apalagi yang kita tunggu, ya? Yang sudah umur 40, 50, 60, 70, apa yang mau ditunggu? Ini bukan saatnya bagi kita main-main, bukan saatnya bagi kita senang-senang, tapi saatnya bagi kita menyiapkan diri untuk menjemput setelah kematian. Itu baru cerdas. Kata Nabi, "Al-kayyisu man danna nafsahu wa amila lima ba'dal maut." Orang yang cerdas adalah orang yang sanggup menundukkan jiwanya dan dia melakukan persiapan, melakukan amal setelah kematian.


Ma'had Sebagai Warisan Terbaik: Amal Jariah dan Ilmu Bermanfaat

Ini karena itu dari awal Pak Kiai sampaikan, ketika Pak Kiai dengan teman-teman di mu'assasah, di yayasan, itu mendirikan ma'had ini, itu untuk menjadi legasi. Legasi, menjadi warisan yang terbaik. Karena warisan yang terbaik itu bukanlah harta. Warisan yang terbaik itu adalah mewariskan amal jariah yang terus mengalirkan pahala.

Dan ma'had ini, insyaallah, bisa menjadi legasi yang di dalamnya akan bisa mengalirkan tiga sekaligus, ya: sedekah jariah. Kemudian yang kedua, ilmun yuntafa'u bih (ilmu yang bermanfaat). Dan yang ketiga adalah waladun sholihun yad'u lah (anak saleh yang mendoakannya). Ini yang menjadi harapan Pak Kiai dan juga para muassis yang mendirikan ma'had. Karena kami tahu bahwa kami pasti akan mati. Apalagi tadi, usia sudah di atas 50 tahun, 60 tahun, 70 tahun, ya.


Malu kepada Malaikat Pencatat Amal: Introspeksi Diri

"Ya man zunubuhu bil asyafi wal watr." Hai orang-orang yang dosanya sebanyak bilangan genap maupun bilangan ganjil. Tidakkah engkau malu kepada malaikat yang selalu mencatat amalmu? Ya. Nah, ini ya.

Makanya ini perlu Pak Kiai sampaikan untuk kita semua, termasuk untuk anak-anakku sekalian, ya. Jangan menganggap kalian masih muda, ya, masih belia, ya. Tadi sudah disampaikan, ya, bagaimana Rasulullah Shalallahu Alaihi Wa Salam mendidik, ya, Al-Fadl Ibnu Abbas ketika umurnya masih 10 tahun. Ketika melihat perempuan diapakan? Dipalingkan, dibelokkan kepalanya oleh Nabi umur 10 tahun. Masyaallah.

Jadi jangan dikira, ya, ini kalau pendidikannya benar, ya, sekarang umur 10 tahun pegang HP, ya, main sosmed, kemudian internet, lihat apa saja, dan orang tuanya membiarkan alasannya masih kecil, ya. Nanti begitu anaknya sudah sulit untuk dirubah, anaknya sudah sulit untuk diarahkan, baru menyesal.

Nah, ini Rasulullah ngajari kita umur 10 tahun Fadal Ibnu Abbas itu kepalanya dipalingkan ketika melihat wanita, ya. Ini ya. "Am anta mimman yukazzibu bi yaumiddin?" Kalau kamu tidak takut dengan malaikat yang menjadi pencatat amalmu, ataukah kamu termasuk orang-orang yang mendustakan Hari Kiamat? Na'udzubillah.

"Ya man layluhu yasnuhu bil zulamat." Hai orang-orang yang gelap hatinya itu seperti malam, ya. Ketika malam itu berjalan, ma'illah. Ini, ini yang beliau sampaikan. Tidakkah tiba waktunya bagi hatimu untuk mendapatkan sinar, untuk mendapatkan penerangan, atau menjadi lembut?

Maka "ta'arruf linafahat." Ya, inilah waktunya kita mendapatkan nafahat. Kita mendapatkan semerbak harum. Kita mendapatkan belai. Kita mendapatkan jamuan. "Ya maulaka fi asyrin." Tuanmu siapa? Allah di 10 hari ini. "Wa inna fillahi nafahat." Karena di situ Allah mempunyai semerbak harum, mempunyai hidangan, mempunyai jamuan yang luar biasa. Yang akan diberikan pada siapa saja yang Allah kehendaki.


Puncak Kenikmatan: Selamat dari Neraka dan Masuk Surga

"Akha, siapa yang mendapatkan jamuan Allah ini, siapa yang mendapatkan semerbak arumah yang Allah datangkan tadi, maka dia akan bahagia sepanjang waktu, dia akan bahagia sepanjang masa." Ini yang kita harapkan dari Allah di hari Arafah. Kita ingin mendapatkan nafahat, kita ingin mendapatkan jamuannya Allah, kita ingin mendapatkan aroma semerbak, wanginya surga. Ya, ini itu yang tadi disebutkan di dalam surat Al-Maidah ketika Allah menyatakan, "Al-yawma akmaltu lakum dinakum wa atmamtu 'alaykum ni'mati." Apa yang dimaksud wa atmamtu 'alaykum ni'mati?

Suatu ketika ada seorang sahabat ketika wukuf bersama Rasulullah Shalallahu Alaihi Wa Salam, dia berdoa, "Allahumma atmim 'alayya ni'mat." Ya Allah, sempurnakanlah nikmat-Mu kepadaku. Kemudian kata Rasulullah Shalallahu Alaihi Wa Salam, "Itmamun ni'mah annajatu minan nar." Sempurnanya nikmat itu ketika kita selamat dari neraka dan masuk jannah-Nya Allah. Mendapatkan ampunan dan masuk jannah-Nya Allah Subhanahu Wa Ta'ala. Itu namanya itmamun ni'mah. Itu yang disebutkan ya oleh Allah di dalam surat Al-Maidah 3 tadi. "Wa atmamtu 'alaykum ni'mati waroditu lakumul Islaama dina." Masyaallah.

Oleh karena itu, anak-anakku sekalian, Abah Umma, dan para pemirsa yang dimuliakan oleh Allah Subhanahu Wa Ta'ala. Inilah momentum kita untuk mengakui kesalahan kita. Inilah momentum kita untuk mengakui aib kita. Ini nasihat Ibnu Abbas. Apa kata Ibnu Abbas?


Mengenali Aib dan Bertobat dari Dosa

"Ya dzambil ya dzanbi." Hai orang-orang yang punya dosa, kamu jangan pernah merasa nyaman dengan akibat buruk dari dosa. Dan apa yang kemudian diikuti oleh ya? Kenapa? Karena itu a mini itu sebenarnya lebih besar daripada dosa itu sendiri.

"Wa hayaa'ika sedikitnya rasa malumu mimman 'alal yamini wa syimalin." Kepada yang ada di sebelah kananmu, sebelah kirimu, kepada Kiraman Katibin tadi, kepada malaikat yang mencatat Raqib dan Atid tadi. "Wa anta 'alal anbiy." Dan kamu terus merasa nyaman dengan dosamu. "Minadzi." Itulah lebih besar dosanya ketimbang dosa yang kamu perbuat itu sendiri.

"Wa duhakuka wa anta la tadri ma Allahu bik." Dan kamu masih bisa tertawa-tawa wa tadri, dan kamu tidak tahu apa yang Allah lakukan kepadamu. Makanya kalau ada santri dapat hukuman, masih cengengesan, bahkan kemudian mengulang kesalahannya, itu layak dihukum dengan hukuman yang lebih berat lagi. Itu filosofinya. Karena berarti dia itu sedang mengidap penyakit yang penyakit tadi itu sebenarnya lebih berat daripada dosanya itu sendiri.

"A mini itu." Ini, "A'jabu laka bihi." Dan kamu merasa senang kalau kamu berhasil melakukan dosa. Justru itu mini itu lebih besar daripada dosamu itu sendiri. Jadi, makanya kalau sudah melakukan dosa, tidak ada manusia yang maksum, tidak ada. Tidak ada manusia yang tidak punya dosa, tidak ada, kecuali Rasulullah. Tetapi orang yang baik ketika melakukan dosa itu, apa kata Nabi? "Kullu Bani Adam khat." Setiap anak Adam pasti melakukan kesalahan. "Wa khairul khati'in at-tawwabun." Begitu melakukan kesalahan, langsung tobat. Jangan cengengesan. Melakukan kesalahan, cengengesan, itu berarti apa? Tidak menyadari kesalahannya. Ini enggak boleh, ya.

Ataukah orang yang melakukan kesalahan tadi itu seperti orang yang tadi dikatakan di depan tadi, "mimman yukadzibu biyau middin." Karena mendustakan Hari Akhirat sehingga tidak ada yang ditakuti. Mungkin tidak takut dengan musyrif-nya, mungkin tidak takut dengan apa namanya musyrif-nya. Mungkin tidak takut dengan temannya, bahkan mungkin tidak takut dengan ayah dan ibu.

Ya, tapi ada Allah, ada Kiraman Katibin, ada Raqib dan Atid. Kita mestinya malu. CCTV sudah dipasang di mana-mana, ya. Dan CCTV-nya Allah itu lebih dahsyat daripada CCTV yang kita pasang ini. Nah, ini mestinya. Karena itu, nasihat dari Iyas bin Muawiyah Al-Qadi, beliau mengatakan, "Kullu rajulin la ya'rifu 'aibahu fahua ahmak." Kalau ada orang yang tidak menyadari aibnya, tidak menyadari kesalahannya, tidak menyadari kelemahannya, tidak menyadari dosanya, maka fahua ahmak, maka dia adalah orang yang dungu. Ini ingat-ingat itu, ya. "Kullu rajulin la ya'rifu 'aibahu fahua ahmak." Na'udzubillah. Semoga kita tidak termasuk orang-orang yang ahmak.


Arafah: Hari Raya Ampunan dan Kebebasan dari Neraka

Oleh karena itu, anak-anakku sekalian yang dimuliakan oleh Allah, para asatidz dan ustazat, Abah Umma yang ada di rumah, juga para pemirsa yang dimuliakan oleh Allah Subhanahu Wa Ta'ala. Karena itu, inilah momentum kita setelah kita menyadari bahwa kita ini punya kesalahan, kita ini punya kelemahan, kita ini punya dosa. Ini momentum kita. Kita ingin mendapatkan maghfirah Allah di Hari Arafah ini. Ini yang yang kita inginkan, ya.

Karena Rasulullah Shalallahu Alaihi Wa Salam dalam hadis dari Anas bin Malik Radhiyallahu Anhu, "An Nabi Shalallahu Alaihi Wa Salam qala: 'Yahbitullahu maida dunya asyiyyata 'Arafah.'" Nabi Shalallahu Alaihi Wa Salam bersabda, Allah turun ke langit dunia di petang Hari Arafah. Kemudian Allah membanggakan kalian ini kepada para malaikat.

Tadi di dalam talaqi sudah disampaikan oleh Syekh Hisyam Kamil, kenapa Allah membanggakan kita di depan para malaikat? Karena malaikat sebelumnya, pada saat penciptaan, pada saat kita akan ciptakan, malaikat itu protes. Apa kata malaikat? "Ataj'alu fiha man yufsidu fiha wa yasfikud dim'a?" Apakah Engkau akan menjadikan di dalamnya orang yang membikin kerusakan, menumpahkan darah? "Wa nahnu nusabbihu bihamdika wa nuqaddisu laka." Dan kami mentasbihkan, mensucikan-Mu. Masyaallah. Buat apa menciptakan manusia?

Allah Subhanahu Wa Ta'ala Maha Tahu. Allah Subhanahu Wa Ta'ala Maha Tahu. Ini, inilah anak-anakku sekalian yang dimuliakan oleh Allah. Karena itu kemudian ketika manusia dengan nafsunya, dengan akalnya dia bisa mengendalikan nafsunya, maka مقام (kedudukan) dia lebih tinggi daripada malaikat. Dan pada saat itu, dan insyaallah seperti hari ini saudara-saudara kita yang ada di Arafat dan kita yang ada di sini melaksanakan munajat, melaksanakan taqarrub kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala.

Dan di sini seperti kata Nabi, "Yahbitullahu ila sama'id dunya asi 'Arafah yu baahi bikumul malaikah." Allah turun ke langit dunia pada petang Hari Arafah, kemudian Allah banggakan kita kepada para malaikat. Karena tadi Allah ingin menunjukkan, "Ini loh buktinya makhluk yang dulu kamu protes, makhluk yang dulu kamu celah." Ini buktinya apa kata Allah? Mereka itu hamba-hamba-Ku. "Ja'uni syu'tsan ghabra min kulli fajjin 'amiq." Mereka datang kepadaku dengan rambut berantakan, dari berbagai macam penjuru, dari berbagai macam pelosok. "Yarjuna rahmati wa maghfirati." Mereka mendambakan rahmat-Ku, mereka ingin mendapatkan ampunan-Ku.

Bahkan kalau seandainya dosa-dosa mereka itu sebanyak hitungan pasir atau debu, pasti Aku akan mengampuninya. "Afidu 'ibadi," ini kata Allah, "afidu 'ibadi maghfuran lakum." Ini seruan Allah kepada hamba-Nya, ya. Jadi kita hari ini kata Allah, "maghfuran lakum." Kalian semuanya sudah mendapatkan ampunan. "Waliman syafa'tum fihi." Dan siapa saja yang kalian berikan syafaat. Masyaallah. Ya, coba bayangkan ini. Subhanallah.

Dalam satu riwayat Rasulullah Shalallahu Alaihi Wa Salam mengatakan, "Fatqul malaikah." Malaikat ketika itu mengatakan, "Ya Rabb, fulan murahaq." Kata malaikat, "Ya Rabb, si fulan itu murahaq, fulan itu orang jahat. Fulan itu tukang maksiat." Murahaq itu adalah muttaham bisu'. Ya, jadi orang yang tertuduh atau suspek melakukan kejahatan. Kata Allah, "Faghafaratu lahum." Aku ampuni mereka. "Ma min yaumin aksara minar minah." Karena tidak ada hari di mana Allah banyak membebaskan manusia dari api neraka kecuali Hari Arafah.

Tidak ada keselamatan yang kita harapkan kecuali kita terbebas dari api neraka. Itu yang menjadi harapan kita semua. Nah, oleh karena itu anak-anakku sekalian yang dimuliakan oleh Allah Subhanahu Wa Ta'ala, Arafah itu adalah hari raya, ya. Arafah itu adalah hari raya. Harus kita rayakan. Di sini disebutkan oleh Al-Hafiz Ibnu Rajab, "Idun nahri wa huwa akbarul 'idain wa afdaluhuma." Idun Nahr, Hari Raya Kurban atau Hari Raya Idul Adha itu adalah hari raya dari dua hari raya yang paling besar dan paling afdal.

"Wa huwa murattab 'ala ikmalil hajj." Ya. Dan dia membawa konsekuensi sempurnanya atau disempurnakannya haji, ya. "Wa huwa ar-rukni." Ya. Meskipun haji itu adalah ar-ruknul khamis (rukun kelima), tapi itu di dalam kitab Laiful Ma'arif disebutkan ruknur rabi' min arkanil Islam wa mabanih. Dari pilar-pilar dan bangunan-bangunan Islam.

"Akmala al-muslimun hajjahum faghafara lahum." Kalau orang Islam sudah menyempurnakan haji mereka, maka mereka diampuni dosa-dosanya. "Kawaladin waladat ummuhu." Seperti bayi yang baru dilahirkan oleh ibunya itu. "Wa innama yukmalul hajju bi yawmi 'Arafah." Dan haji itu tidak akan sempurna kecuali dengan Hari Arafah. "Al-hajju 'Arafah." Kata Rasulullah Shalallahu Alaihi Wa Salam, haji itu Arafah. "Wal wukufu bi 'Arafah fahuwa ruknul hajjil a'zam." Dan wukuf di Arafah itu merupakan rukun haji yang paling besar.



Hari Raya: Identik dengan Ketaatan dan Kedekatan dengan Allah

Hari Raya Idul Adha adalah momen sukacita bagi umat Islam, terutama bagi mereka yang tidak sedang menunaikan ibadah haji di Arafah. Kegembiraan ini bukan hanya karena perayaan itu sendiri, tetapi juga karena kita ikut merasakan keberkahan dari mereka yang sedang berwukuf di Arafah dan menjalankan ibadah nusuk (kurban).

Merayakan Idul Adha dan Kurban: Bentuk Syukur

Ketika kita melaksanakan salat Idul Adha dan menyembelih hewan kurban, itu adalah wujud syukur kita. Syukur atas apa? Syukur karena kita mendapatkan keberkahan dari jamaah haji yang sedang berwukuf di Arafah, yang sedang menjalankan ibadah nusuk, dan yang sedang beribadah haji di tanah suci. Ini adalah kemuliaan besar bagi kita semua.

Hari Raya Adalah Ketaatan

Bagi umat Islam, hari raya identik dengan ketaatan. Sebagaimana dikatakan oleh Al-Hasan Al-Basri: "Setiap hari di mana manusia tidak maksiat kepada Allah, maka itu adalah hari raya baginya." Artinya, setiap hari di mana seorang mukmin memutuskan hubungan dengan hal-hal duniawi dan hanya fokus taat kepada Allah, itulah hari rayanya.

Rasulullah SAW bersabda: "Id bukanlah bagi orang yang mengenakan pakaian baru. Id itu bagi orang yang ketaatannya bertambah."

Dan juga: "Id itu bukanlah bagi orang yang berdandan indah, memakai pakaian baru, atau mengendarai mobil mewah. Tetapi Id itu bagi orang yang dosa-dosanya telah diampuni oleh Allah."

Malam Id adalah malam di mana Allah membebaskan hamba-Nya dari api neraka dan mengampuni dosa-dosa mereka. Siapa yang mendapatkan semua itu, maka ia berhak merayakan Id. Namun, jika tidak, dia tertolak, tersingkir, dan jauh dari keberkahan Id. Na'udzubillah min dzalik.

Hari Raya di Dunia dan Akhirat

Setiap hari yang seorang muslim habiskan dalam ketaatan di dunia ini, sejatinya adalah hari raya baginya. Dan hari-hari raya ini akan berlanjut di surga. Di surga nanti, kita akan berkumpul dan mengunjungi Allah setiap hari, terutama saat merayakan hari raya. Allah akan menampakkan Diri-Nya kepada ahli surga, baik saat Idul Fitri maupun Idul Adha. Penghuni surga akan saling mengunjungi, bahkan laki-laki dan perempuan akan merayakan seperti di dunia.

Ini berlaku untuk semua ahli surga. Namun, bagi orang-orang khusus, setiap hari bagi mereka adalah hari raya. Mereka akan mengunjungi Tuhan mereka setiap pagi dan sore. Subhanallah. Bayangkan, setiap hari kita bisa bertemu dengan Allah dua kali di surga jika kita bisa merayakan Id setiap hari di dunia.

Bagi orang-orang istimewa, hari-hari di dunia ini seluruhnya adalah Id. Oleh karena itu, hari-hari mereka di surga juga akan sepenuhnya menjadi Id. Ini adalah harapan kita semua.

Pertemuan dengan Allah: Kenikmatan Terbesar

Tidak ada kenikmatan di dunia ini yang dapat mengalahkan kenikmatan berjumpa dengan Allah azza wa jalla. Rasulullah bersabda bahwa kenikmatan dunia dan seisinya hanyalah seperti nilai satu sayap lalat. Bayangkan, kita setiap hari di dalam surga bisa bertemu dengan Allah, dan Allah memuliakan kita. Allah akan menampakkan Zat-Nya kepada kita, dan tidak ada yang lebih kita cintai dari itu. Inilah yang disebut "ziadah" (tambahan) sebagaimana firman Allah, "Bagi orang-orang yang berbuat baik, ada pahala yang terbaik (surga) dan tambahan nikmat." (QS. Yunus: 26).

Ibnu Rajab Al-Hambali mengatakan, "Tidak ada hari raya bagi seorang kekasih selain kedekatan dengan kekasihnya." Itulah hari raya yang sesungguhnya. Kita semua merindukan itu, merindukan kekasih abadi kita, Allah Subhanahu wa Ta'ala.

Hari Arafah: Mendekatkan Diri kepada Allah

Di hari yang mulia ini, hari Arafah, tidak ada kemuliaan bagi kita semua kecuali kemuliaan mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala. Inilah hari, waktu, jam, menit, dan detik di mana Allah turun ke langit dunia, ingin melihat kita, dan membanggakan kita di hadapan para malaikat. Kita juga merindukan perjumpaan itu dengan Allah Subhanahu wa Ta'ala, sebagaimana doa Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam:

"Ya Allah, aku memohon kepada-Mu kenikmatan melihat wajah-Mu dan kerinduan untuk bertemu dengan-Mu."

Itulah nikmat bagi orang mukmin. Karena setiap hari dia bisa merasakan dan merayakan hari raya ketika dia mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala. Semoga kita bisa merayakan setiap hari, waktu, jam, menit, dan detik kita, sehingga kita mendapatkan nikmat dan jamuan dari Allah Subhanahu wa Ta'ala.


Tentu, berikut adalah transkrip doa dan penutup acara yang dirapikan ke dalam format artikel blog:


Munajat Arafah: Memohon Keberkahan dan Kedekatan dengan Ilahi

Momen Munajat Arafah adalah waktu yang tepat untuk memanjatkan doa, mengajukan permohonan, dan memperbarui ikatan kita dengan Allah Subhanahu wa Ta'ala. Dengan khusyuk, kita bersama-sama memohon rahmat dan ampunan-Nya.


Memulai Munajat dengan Kalimat Tauhid

Munajat dimulai dengan serangkaian kalimat tauhid dan permohonan yang mendalam:

"Bismillahirrahmanirrahim. Hamda yuwafi ni'amahu waukafi mazidah. Ya rabbana lakal hamdu kama yambagi lijalali wajhika wa'azimi sultanik."

"Lailahaillallah wahdahu la syarikalah, lahul mulku walahul hamdu wahua ala kulli syai'in qodir." (Dibaca berulang kali)

Ini adalah zikir agung yang dianjurkan pada hari Arafah, menegaskan keesaan Allah dan kekuasaan-Nya atas segala sesuatu.


Doa-doa Penuh Harapan

Selanjutnya, munajat dilanjutkan dengan doa-doa yang menyentuh hati, memohon cahaya, petunjuk, dan perlindungan dari berbagai keburukan:

  • "Allahumma ja'al fi absorina nur, wafi asmaina nur, wafi qulubina nur." (Ya Allah, jadikanlah di penglihatan kami cahaya, di pendengaran kami cahaya, dan di hati kami cahaya.)
  • "Allahummarohlana sudurana wa yassirlana umurana." (Ya Allah, lapangkanlah dada kami dan mudahkanlah urusan kami.)
  • "Allahumma inna naudzubika min waswasatil amr, wasyarri fitnatil qobr, ma yaliju fillil wasyarri ma yaliju finnahar, wasyarri ma tahubbu bihir riyah, wasyarri bawaqidr." (Ya Allah, kami berlindung kepada-Mu dari bisikan-bisikan hati, dari keburukan fitnah kubur, dari keburukan yang masuk di malam hari dan yang masuk di siang hari, dari keburukan yang dibawa angin, dan dari keburukan yang terjadi di malam hari.)
  • "Allahumma lakal hamd kalladzi naquul wahair mimma naquul." (Ya Allah, bagi-Mu segala puji seperti yang kami ucapkan dan lebih baik dari yang kami ucapkan.)
  • "Allahumma laka sholatuna wa nusukuna wa mahyana wa mamatuna wa ilaika maabuna wakabbi turuna." (Ya Allah, hanya kepada-Mu shalat kami, ibadah kurban kami, hidup kami, dan mati kami. Dan hanya kepada-Mu tempat kembali kami dan kubur kami.)
  • "Allahumma inna naudzubika minabil qobr wa wasatril amr. Allahumma inna nazubika min syarri ma tahubbu bihir rih." (Ya Allah, kami berlindung kepada-Mu dari azab kubur dan dari keburukan perkara. Ya Allah, kami berlindung kepada-Mu dari keburukan yang dibawa angin.)
  • "Allahumma atiq raqobatina minanar." (Ya Allah, bebaskanlah leher-leher kami dari api neraka.) (Diulang tiga kali)
  • "Wa lana minzqil halal wasrif anna fasaqatal jinni wal ins." (Dan berilah kami rezeki dari yang halal, dan jauhkanlah dari kami orang-orang fasik dari golongan jin dan manusia.)
  • "Allahumdina bil huda waasimna tuqwa wagfirlana fil akirati wal ula." (Ya Allah, tunjukilah kami dengan petunjuk-Mu, jagalah kami dengan takwa, dan ampunilah kami di akhirat dan di dunia.) (Diulang tiga kali)
  • "Allahumma innaka tasma kalamana wataro makanana watamu waatana wafaika min umurina nahnul baunal fuqal mustajirunal wajilunal musfiquunal bidunubihim nasaluka masalatal miskin." (Ya Allah, sesungguhnya Engkau mendengar perkataan kami, melihat tempat kami, mengetahui rahasia dan terang-terangan kami, dan tidak ada sesuatu pun dari urusan kami yang tersembunyi dari-Mu. Kami adalah hamba-Mu yang miskin, yang memohon perlindungan, yang takut, yang khawatir dengan dosa-dosa mereka. Kami memohon kepada-Mu seperti permohonan orang yang sangat membutuhkan.)

Doa untuk Para Guru, Orang Tua, dan Kaum Muslimin

Munajat juga menyertakan doa khusus untuk para guru, orang tua, dan seluruh umat Islam, terutama mereka yang tertindas:

  • "Allahumma sholli ala sayyidina Muhammad wa ala ali sayyidina Muhammad. Allahumma bariklana waliwalidina waliobatina waliikhwanina walimasikhina wabikatin Kiai Haiz Abdurrahman, waliwalidai wali auladihi waliusrotihi ajmain." (Ya Allah, berikanlah rahmat dan berkah kepada junjungan kami Muhammad dan keluarga junjungan kami Muhammad. Ya Allah, berkahilah kami, orang tua kami, guru-guru kami, saudara-saudara kami, para ulama kami, dan kepada K.H. Haiz Abdurrahman, kedua orang tuanya, anak-anaknya, dan seluruh keluarganya.)
  • "Allahumtah lana abwabal jannah. Allahumtaah liwalidina abwabal jannah. Allahumtah liqoratina abwabal jannah. Allahumtah liikhwanina abwabal jannah. Allahumtah limasyaikhina abwabal jannah." (Ya Allah, bukakanlah bagi kami pintu-pintu surga. Ya Allah, bukakanlah bagi orang tua kami pintu-pintu surga. Ya Allah, bukakanlah bagi kerabat kami pintu-pintu surga. Ya Allah, bukakanlah bagi saudara-saudara kami pintu-pintu surga. Ya Allah, bukakanlah bagi guru-guru kami pintu-pintu surga.)
  • "Allahumma yassir umorana Allahumma yassir umur walidina allahum yassir umur qabatina." (Ya Allah, mudahkanlah urusan kami. Ya Allah, mudahkanlah urusan orang tua kami. Ya Allah, mudahkanlah urusan kerabat kami.)
  • "Allahumuril muslimin wal mujahidin wal mustadfin wikatin fi Filistin laisa lahum siwaka ya rabbal alamin." (Ya Allah, tolonglah kaum muslimin, para mujahidin, dan kaum yang tertindas, terutama di Palestina, yang tidak punya penolong selain Engkau, wahai Tuhan semesta alam.)

Doa Khusus dan Penutup

Munajat ditutup dengan permohonan khusus untuk ziarah dan permohonan agar Allah mengumpulkan kita dengan Rasulullah SAW:

  • "Allahummarzuqna ziarata arafat allahum ziar baitikal muharam. Allahumarzuqna ziarata al masjidin nabawi wa ziarata qabri rasulika shallallahu alaihi wasallam." (Ya Allah, anugerahilah kami ziarah ke Arafah. Ya Allah, anugerahilah kami ziarah ke Baitullah yang mulia, dan ziarah ke Masjid Nabawi serta ziarah ke makam Rasul-Mu Shallallahu alaihi wasallam.)
  • "Nastagfiruka ya Rahman waubu ilaik. Allahummailnal jannata maal abrar. Allahumma Allahummajmna maa rasulika shallallahu alaihi wasallam." (Kami memohon ampunan-Mu, wahai Yang Maha Pengasih, dan kami bertaubat kepada-Mu. Ya Allah, masukkanlah kami ke surga bersama orang-orang yang berbakti. Ya Allah, kumpulkanlah kami bersama Rasul-Mu Shallallahu alaihi wasallam.)
  • "Allahumma haqq lana kama qulta rasuluk anta ma ahbabta wahnu nuhibbu rasulaka ya aziz ya gahnu nuhibbu rasulaka ya arhamar rahim wahnu nuhibbu rasulaka ya akramal akramin." (Ya Allah, wujudkanlah bagi kami seperti yang Engkau katakan melalui Rasul-Mu, 'Engkau bersama dengan orang yang Engkau cintai.' Dan kami mencintai Rasul-Mu, wahai Yang Maha Perkasa, wahai Yang Maha Penyayang, wahai Yang Maha Pemurah di antara yang pemurah.)
  • "Ya manq wujuhu yaumaidin ilhah. Hakik lana rukyataka ya rabbal alamin. Hakik lana rukyataka ya arhamarahimin." (Wahai Dzat yang wajah-wajah pada hari itu menghadap kepada-Nya. Wujudkanlah bagi kami melihat-Mu, wahai Tuhan semesta alam. Wujudkanlah bagi kami melihat-Mu, wahai Yang Maha Penyayang di antara yang penyayang.)
  • "Ya Allah qad samna q rasulik hina maqal man ahabba liqa Allah ahabballahu liqaah wahnu nuhibbu liqa yabal alaminah nuqulik Lam naro wajha rasulika ba' yaziz wakinqadi bisunnatihi shallallahu alaihi wasallam thaan ridwanaka ya rahmanaban liqa waliqahu ya aziz." (Ya Allah, kami telah mendengar firman Rasul-Mu ketika beliau bersabda, 'Barangsiapa mencintai pertemuan dengan Allah, maka Allah pun mencintai pertemuan dengannya.' Dan kami mencintai pertemuan dengan-Mu, wahai Tuhan semesta alam. Kami mengatakan kepada-Mu, kami belum melihat wajah Rasul-Mu, wahai Yang Maha Perkasa, tetapi kami telah mengikuti sunnahnya Shallallahu alaihi wasallam dengan taat, mengharapkan ridha-Mu, wahai Yang Maha Pengasih, dan kami ingin bertemu dengan-Mu, wahai Yang Maha Perkasa.)
  • "Allahumma ja'al tulabana wa thaolabatina minal ulamail amilin. Allahumagfirlana fi iqobihim ya rahmanirahim." (Ya Allah, jadikanlah para pelajar kami dan murid-murid kami dari kalangan ulama yang mengamalkan ilmunya. Ya Allah, ampunilah kami di dalam jejak langkah mereka, wahai Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.)
  • "Allahumma la taja'alna mimman qala rasuluk manzabanasaaballahu yaumalqiamah wahnu la nuzibuhum illa an nuhibbahum wahnu la nuqibuhum lahum fiuli jannatika ya arhamarahimin. Allahumma ja'alhum wasilatan lana fi dukhuli jannatikal firdausil. Ya arhamarahimin." (Ya Allah, janganlah Engkau jadikan kami termasuk orang yang dikatakan Rasul-Mu, 'Barangsiapa yang menipu manusia, Allah akan menipunya pada hari Kiamat.' Dan kami tidak menghukum mereka melainkan kami mencintai mereka. Dan kami tidak memberi mereka hukuman melainkan kami memberi mereka tempat di surga-Mu, wahai Yang Maha Penyayang. Ya Allah, jadikanlah mereka sebagai perantara bagi kami untuk masuk ke surga Firdaus-Mu, wahai Yang Maha Penyayang.)
  • "Rabbana hablana min azwajina wurriyatina qurrun waj'alna lil muttaqina imama." (Ya Tuhan kami, anugerahilah kami pasangan-pasangan kami dan keturunan-keturunan kami sebagai penyejuk mata, dan jadikanlah kami pemimpin bagi orang-orang yang bertakwa.)
  • "Rabbana atina fid dunya hasanah wafil akhirati hasanah waqinazabanar." (Ya Tuhan kami, berikanlah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat, dan lindungilah kami dari siksa neraka.)
  • "Subhana rabbika rabbil izzati amma yasifun. Wasalamun alal mursalin. Walhamdulillahi rabbil alamin." (Maha Suci Tuhanmu, Tuhan yang memiliki keperkasaan, dari apa yang mereka sifatkan. Dan salam sejahtera bagi para rasul. Dan segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam.)

Penutup Acara Munajat Arafah

Dengan berakhirnya munajat yang dipimpin oleh Ustaz Zamroni Ahmad SS, berakhir pula kegiatan Munajat Arafah pada hari ini. Semoga doa-doa yang telah kita panjatkan diijabah oleh Allah dan menjadikan kita pribadi yang lebih baik lagi.

Untuk informasi kegiatan selanjutnya:

  • Salat Idul Adha akan dilaksanakan di Masjid Syaraf Romain.
  • Pemotongan hewan kurban insyaallah akan dilaksanakan pada hari Sabtu, 7 Juni 2025 (11 Zulhijah).

Terima kasih kepada Abah, Ummah, dan seluruh Sobat MS TV di mana pun berada. Mari kita tutup kegiatan hari ini dengan doa kafaratul majelis:

"Subhanakallahumma wabihamdika asyhadu an la ilaha illa anta astagfiruka wa atubu ilaika. Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh."