Hadis Ahad Wajib Diamalkan: Mengapa Tidak Dijadikan Dalil Akidah?
Hadis ahad, termasuk hadis yang diriwayatkan oleh satu atau beberapa orang dalam setiap tingkat sanad, memainkan peran penting dalam hukum syariah. Namun, penggunaan hadis ahad dalam akidah menimbulkan pertanyaan mendasar. Hadis ahad, meskipun wajib diamalkan dalam syariah, tidak dijadikan dalil dalam akidah yang memerlukan keyakinan penuh (qath’i). Artikel ini mengulas mengapa hadis ahad tidak digunakan sebagai dalil akidah tetapi harus diamalkan dalam hukum syariah.
Pertanyaan Tentang Hadis Ahad dalam Akidah
Hadis yang terkenal dalam akidah, yaitu hadis yang menceritakan Jibril datang bertanya kepada Rasulullah saw. tentang rukun Islam dan rukun iman, adalah hadis ahad. Dalam hadis ini, Jibril bertanya kepada Rasulullah tentang hal-hal mendasar dalam agama. Meskipun hadis ini memiliki kedudukan tinggi dalam syariah, mengapa tidak digunakan dalam akidah?
Jawaban dan Pemahaman Tentang Kedudukan Hadis Ahad
1. Hadis Ahad Tidak Ditolak, tetapi Tidak Dijadikan Dalil Qath’i dalam Akidah
Hadis ahad tetap wajib diamalkan. Namun, dalam akidah, yang memerlukan keyakinan tanpa keraguan, hadis ahad yang bersifat zhanni (dugaan kuat) tidak mencukupi. Akidah tidak bisa didasarkan pada dalil yang tidak qath’i. Dalam Al-Qur’an, Allah SWT melarang penggunaan dugaan dalam hal keyakinan (lihat QS an-Najm [53]: 23, 27-28; QS Yunus [10]: 36; QS Ghafir [40]: 35; QS al-An’am [6]: 81). Karena itu, hadis ahad yang zhanni tidak digunakan sebagai dasar akidah.
2. Kejelasan Larangan Mengikuti Dugaan dalam Akidah
Al-Qur’an secara jelas melarang penggunaan dugaan dalam keyakinan akidah, menyebutkan bahwa mengikuti dugaan dalam akidah merupakan kesalahan. Akidah harus didasarkan pada dalil qath’i yang pasti. Dengan demikian, hadis ahad yang bersifat zhanni tidak memenuhi syarat untuk digunakan dalam akidah.
3. Perbedaan Dalil dalam Akidah dan Hukum Syariah
Dalam hukum syariah, boleh menggunakan dalil yang bersifat zhanni, seperti hadis ahad. Sebagai contoh, Rasulullah saw. membuat keputusan berdasarkan kesaksian seorang saksi dan sumpah dari pihak yang berhak, yang didasarkan pada hadis ahad. Karena hukum syariah berkaitan dengan amal perbuatan, hadis ahad sah untuk dijadikan dalil.
Kebolehan Menggunakan Khabar Ahad dalam Hukum Syariah
Para Sahabat menerima khabar ahad dalam penetapan hukum syariah, seperti perubahan arah kiblat dan pengharaman khamr. Hal ini menegaskan bahwa khabar ahad sah dijadikan dalil dalam hukum syariah. Namun, akidah membutuhkan dalil qath’i yang bersifat pasti.
4. Pentingnya Dalil Qath’i untuk Menghindari Perpecahan dalam Akidah
Allah SWT melarang penggunaan dalil zhanni dalam akidah untuk mencegah perpecahan dan memastikan kesatuan dalam keyakinan Islam. Dengan membangun akidah di atas dalil qath’i, umat Islam bersatu dalam keyakinan tanpa ada takfir atau pengkafiran di antara sesama Muslim hanya karena perbedaan dalam hadis ahad yang bersifat zhanni.
5. Pandangan Ulama tentang Kedudukan Hadis Ahad dalam Akidah
Para ulama ushul menetapkan bahwa dalil dalam akidah harus qath’i. Imam Abdurrahim bin al-Hasan al-Isnawi dan Imam asy-Syathibi menegaskan bahwa akidah tidak boleh didasarkan pada dalil zhanni. Akidah harus dibangun di atas dalil qath’i, berbeda dengan hukum syariah yang bisa didasarkan pada dalil zhanni.
Pembenaran Tidak Tegas dalam Hadis Ahad
Menolak penggunaan hadis ahad dalam akidah bukan berarti menolak isinya. Hadis ahad tetap diterima, tetapi dengan pembenaran yang tidak tegas (tashdiq ghayru jazim). Pembenaran ini dilakukan tanpa menjadikannya dasar akidah yang pasti.
6. Tuntutan Mengamalkan Hadis Ahad yang Memiliki Arahan Amal
Hadis ahad yang mengandung tuntutan amal tetap wajib diamalkan. Contohnya adalah anjuran doa perlindungan setelah tasyahud dalam hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah dan al-Bukhari. Meskipun ini adalah hadis ahad, tetap diamalkan sebagai bagian dari tuntunan ibadah.
7. Kasus Hadis Jibril sebagai Contoh Hadis Ahad
Hadis Jibril, yang diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari dan Muslim, menyebutkan rukun iman dan rukun Islam. Hadis ini sahih, namun rukun iman dan Islam sudah ditegaskan dalam Al-Qur’an dengan dalil qath’i seperti QS an-Nisa’ [4]: 136. Dengan demikian, hadis ini tidak cukup sebagai dalil akidah tetapi didukung oleh dalil-dalil qath’i dalam Al-Qur’an.
Hadis ahad wajib diamalkan dalam hukum syariah tetapi tidak dijadikan dasar akidah yang memerlukan dalil qath’i. Pemahaman ini membantu umat Islam dalam memahami peran hadis ahad secara tepat, menjaga persatuan dalam keyakinan, dan menghindari perpecahan yang timbul dari perbedaan dalam dalil yang zhanni.
- Hadis ahad wajib diamalkan dalam hukum syariah.
- Hadis ahad tidak digunakan sebagai dasar akidah karena sifatnya yang zhanni.
- Akidah hanya dibangun di atas dalil qath’i yang pasti.
Sumber: Jawab-Soal Syaikh Atha’ bin Khalil Abu ar-Rasytah pada 11 Jumadal Ula 1444 H - 05 Desember 2022.
Tidak ada komentar untuk "Hadis Ahad Wajib Diamalkan: Mengapa Tidak Dijadikan Dalil Akidah?"
Posting Komentar