Menjauhi Fitnah Akhir Zaman Pelajaran Berharga bagi Umat Islam
Di tengah kehidupan rusak era mulk[an] jabriyyat[an] (Demokrasi-Kapitalisme), kaum Muslim benar-benar dihadapkan pada berbagai penderitaan akibat ulah-ulah jahat manusia. Tumpahnya darah, ternistanya kehormatan, dll adalah fenomena yang mengemuka. Belum genap satu abad sistem ini tegak memimpin dunia, sudah berapa banyak kaum Muslim di berbagai belahan dunia harus meregang nyawa akibat kezaliman rezim zalim dan pendukungnya. Kaum Muslim Palestina, Afghanistan, Irak, Suriah, Rohingya, dan lain sebagainya? Bahkan bukan hanya dirusak fisik dan kehormatannya, tetapi juga keyakinan dan pemahamannya. Mereka terpuruk di tengah sejarah kegemilangannya ketika menegakkan Islam pada era Kekhilafahan. Meminjam ungkapan Ibn Muflih al-Hanbali (w. 763 H) dalam Al-آداب asy-Syar’iyyah (III/104):
كَالْعِيسِ فِي الْبَيْدَاءِ يَقْتُلُهَا الظَّمَا * وَالْمَاء فَوْقَ ظُهُورِهَا مَحْمُولُ
Bagaikan unta di padang pasir yang mati kehausan/padahal air di atas punggungnya tersimpan.
Khilafah sebagai institusi penegak syariah Islam dan dakwahnya pun tak luput dari berbagai upaya pembusukan. Khilafah dimonsterisasi sedemikian rupa agar dibenci dan dijauhi umat, bahkan dibenturkan dengan maqâshid syarî’ah, dengan kata lain, Khilafah yang berfungsi menegakkan syariah Islam kâffah dipertentangkan dengan hikmah penerapan syariah itu sendiri.
Satu sisi Khilafah diakui sebagai bagian dari fikih klasik. Namun, pada saat yang sama, alih-alih menjadikan al-Quran, as-Sunnah dan fikih klasik sebagai standar menghukumi Khilafah. Mereka malah menjadikan kejahatan ISIS yang tumbuh subur di alam Demokrasi-Kapitalisme sebagai dasar memonsterisasi Khilafah, untuk sampai pada klaim bahwa Khilafah tidak pantas ditegakkan bahkan terlarang. Padahal jelas:
لا عبرة بالظن البين خطؤه
Tidak ada penarikan hukum (‘ibrah) berdasarkan zhann (prasangka) yang jelas kesalahannya.
Khilafah yang mewujudkan kemaslahatan syar’i pun dituding berbahaya. Mereka menimbulkan keraguan (tasykîk) bahkan memprovokasi kebencian pada ajaran Islam dan pengembannya. Tiada yang mendukung kejahatan besar ini melainkan mereka yang terpedaya menjual agama dengan dunia. Realitanya berbagai upaya monsterisasi ajaran-ajaran Islam di zaman ini adalah bagian dari fitnah akhir zaman yang jauh-jauh hari diperingatkan oleh Rasulullah saw.:
بادِرُوا بالْأَعْمَالِ فِتَنًا كَقِطَعِ اللَّيْل الْمُظْلِمِ، يُصْبِحُ الرَّجُلُ مُؤْمِنًا وَيُمْسِي كَافِرًا، أَوْ يُمْسِي مُؤْمِنًا وَيُصْبِحُ كَافِرًا، يَبِيعُ دِينَه بِعَرَضٍ مِنَ الدُّنْيَا
Bersegeralah kalian beramal shalih. Akan ada suatu masa ketika muncul berbagai fitnah seperti potongan malam gelap gulita. Seseorang beriman pada waktu pagi dan kafir pada sorenya. Dia beriman pada waktu sore dan kafir pada paginya. Dia menjual agamanya dengan harga dunia (HR Muslim dan Ahmad).
Pertanyaannya: Apa yang menjadi salah satu pintu fitnah terbesar bagi kehidupan seorang Muslim? Ulama Nusantara yang mendunia, gurunya para ulama Nusantara, Syaikh Nawawi al-Bantani (w. 1314 H) ketika menjelaskan maqâlah Al-‘Allamah as-Sayyid Abdullah Ba Alwi (w. 1272 H): [ولا مترددًا على السلاطين] (Jangan bolak balik kepada para penguasa), dalam Syarh Sullam al-Tawfîq, menukil pendapat Imam asy-Sya’rani:
اِتَّقُوْا الْوُقُوْفَ عَلَى أَبْوَابَ السَّلاَطِيْنَ فَإِنها مَوَاضِعُ الْفِتَنِ
Jagalah diri kalian dari diam di depan pintu-pintu penguasa karena sesungguhnya ia merupakan tempat-tempat fitnah (keburukan).
Salah satu sumber fitnah yang wajib diwaspadai adalah pintu-pintu kekuasaan yang zalim.
Fitnah Kekuasaan yang Zalim
Allah SWT menggambarkan Fir’aun sebagai salah satu pemimpin yang menyeru (manusia) ke dalam siksa neraka. Pada Hari Kiamat mereka tak akan diberikan pertolongan:
وَجَعَلۡنَٰهُمۡ أَئِمَّةٗ يَدۡعُونَ إِلَى ٱلنَّارِۖ وَيَوۡمَ ٱلۡقِيَٰمَةِ لَا يُنصَرُونَ ٤١ وَأَتۡبَعۡنَٰهُمۡ فِي هَٰذِهِ ٱلدُّنۡيَا لَعۡنَةٗۖ وَيَوۡمَ ٱلۡقِيَٰمَةِ هُم مِّنَ ٱلۡمَقۡبُوحِينَ (QS al-Qashash [28]: 41-42).
Kami telah menjadikan mereka (Fir’aun dan bala tentaranya) para pemimpin yang menyeru (manusia) ke neraka dan pada Hari Kiamat mereka tidak akan ditolong. Kami ikutkanlah laknat kepada mereka di dunia ini dan pada Hari Kiamat mereka termasuk orang-orang yang dijauhkan (dari rahmat Allah).
Dua ayat di atas Allah firmankan setelah Dia menggambarkan ketakaburan Fir’aun yang mengaku sebagai tuhan, lalu aktif menstigma negatif Nabi Musa as. dan dakwahnya: Berkata Fir’aun, “Hai pembesar kaumku, aku tidak mengetahui tuhan bagimu selain aku. Bakarlah, hai Haman, untukku tanah liat. Kemudian buatkanlah untukku bangunan yang tinggi supaya aku dapat naik melihat Tuhan Musa. Sesungguhnya aku benar-benar yakin bahwa dia termasuk orang-orang yang pendusta (QS al-Qashash [28]: 38).
Penyifatan Fir’aun sebagai pemimpin penyeru ke pintu neraka karena aktif menentang seruan Nabi Musa as. kepada Diin-Nya. Ini sejalan dengan peringatan atas fitnah akhir zaman dalam hadis dari Hudzaifah ra., yang bertanya, “Apakah setelah kebaikan itu ada lagi keburukan?” Rasulullah saw. menjawab:
نَعَمْ دُعَاة عَلَى أَبْوَابِ جَهَنَّمَ مَنْ أَجَابَهُمْ إِلَيْهَا قَذَفُوهُ فِيهَا
Ya, kaum yang menyeru ke pintu-pintu Jahanam. Siapa saja yang memenuhinya akan terhempas ke dalamnya (HR al-Bukhari dan Muslim).
Seruan ke Neraka Jahanam adalah bahasa kiasan (al-majâz al-mursal) dari seruan pada hal-hal yang menyimpang dari ajaran Islam (akidah dan syariah). Bahaya fitnah ini lebih besar ketika ada pada rezim yang zalim. Ancaman dalam hadis ini sangat serius. Mereka yang menjawab seruan ke Neraka Jahanam akan dihempaskan pula ke dalamnya. Karena itu hendaklah kaum Muslim waspada; menjauhi pintu-pintu fitnah tersebut. Bukankah banyak pelajaran di balik kisah umat-umat terdahulu yang membangkang dan merintangi jalan dakwah? Kaum ’Ad, misalnya, yang ingkar kepada Allah dan mengikuti setiap perintah rezim zalim, hingga dilaknat dunia akhirat dan binasa menjadi pelajaran:
وَتِلۡكَ عَادٞۖ ج َحَدُواْ بَِٔايَٰتِ رَبِّهِمۡ وَعَصَوۡاْ رُسُلَهُۥ وَٱتَّبَعُوٓاْ أَمۡرَ كُلِّ جَبَّارٍ عَنِيدٖ ٥٩ وَأُتۡبِعُواْ فِي هَٰذِهِ ٱلدُّنۡيَا لَعۡنَةٗ وَيَوۡمَ ٱلۡقِيَٰمَةِۗ أَلَآ إِنَّ عَادٗا كَفَرُواْ رَبَّهُمۡۗ أَلَا بُعۡدٗا لِّعَادٖ قَوۡمِ هُودٖ (QS Hud [11]: 59-60).
Itulah (kisah) kaum ‘Ad yang mengingkari tanda-tanda kekuasaan Tuhan mereka dan mendurhakai para rasul Allah. Mereka menuruti perintah seluruh penguasa yang sewenang-wenang lagi menentang (kebenaran). Mereka selalu diikuti dengan kutukan di dunia ini dan (begitu pula) pada Hari Kiamat. Ingatlah, sungguh kaum ‘Ad itu kafir kepada Tuhan mereka. Ingatlah kebinasaanlah bagi kaum ‘Ad, (yaitu) kaum Hûd itu.
Perhatikanlah, Allah SWT menginformasikan dalam ayat ini, bahwa salah satu sebab kebinasaan mereka adalah memenuhi syahwat rezim-rezim yang bertindak sewenang-wenang dan menentang kebenaran yang dibawa para utusan-Nya. Mereka binasa. Padahal mereka digambarkan sebagai kaum perkasa (lihat: QS. Al-Fajr [89]: 6-8).
Begitu pula pelajaran dari kaum Tsamud. Bahkan para tokoh kafir Quraisy yang Allah sifati dalam ayat-Nya:
إِنَّ ٱلَّذِينَ كَفَرُواْ يُنفِقُونَ أَمۡوَٰلَهُمۡ لِيَصُدُّواْ عَن سَبِيلِ ٱللَّهِۚ فَسَيُنفِقُونَهَا ثُمَّ تَكُونُ عَلَيۡهِمۡ حَسۡرَةٗ ثُمَّ يُغۡلَبُونَۗ وَٱلَّذِينَ كَفَرُوٓاْ إِلَىٰ جَهَنَّمَ يُحۡشَرُونَ (QS al-Anfal [8]: 36).
Sungguh orang-orang kafir menafkahkan harta mereka untuk menghalangi (orang) dari jalan Allah. Mereka akan menafkahkan harta itu, kemudian menjadi penyesalan bagi mereka, dan mereka akan dikalahkan. Ke dalam Jahanamlah orang-orang yang kafir itu dikumpulkan.
Mereka mengerahkan segenap daya upaya, termasuk harta benda, untuk menghalang-halangi manusia dari Islam. Maknanya, menurut Syaikh Ali al-Shabuni dalam Shafwat al-Tafâsîr (I/467), mereka menggunakan harta benda mereka dan bersungguh-sungguh menggunakannya untuk menghalangi manusia dari memasuki Islam. Wal ’iyâdzu bilLâh.
WalLaahu a’lam bi ash-shawwaab. [Irfan Abu Naveed]
Tidak ada komentar untuk "Menjauhi Fitnah Akhir Zaman Pelajaran Berharga bagi Umat Islam"
Posting Komentar