Panduan Zakat Komoditas Perdagangan: Ketentuan dan Cara Penghitungan yang Benar


Soal:

Terkait komoditas perdagangan, zakatnya menurut nilai barang yang ditawarkan untuk dijual, yakni nilai jualnya dari muzakki kepada konsumen, bukan nilai beli muzakki untuk barang itu! Misal, saya membeli telepon seluler dengan nilai 10 ribu dan saya jual dengan nilai 15 ribu. Zakatnya adalah dari nilai 15 ribu. Apakah pemahaman saya benar?!

Jawab:

Dinyatakan di dalam Kitab Al-Amwaal fî Dawlah al-Khilâfah: Zakat Komoditas Perdagangan:

Komoditas perdagangan adalah segala sesuatu selain uang yang diperdagangkan; jual-beli dengan maksud mendapat keuntungan, berupa makanan, pakaian, perabotan, barang-barang manufaktur, hewan, mineral logam, tanah, bangunan, dan yang lainnya yang diperjualbelikan.

Komoditas yang diperdagangkan di dalamnya wajib zakat tanpa ada perbedaan pendapat di antara para Sahabat. Samurah bin Jundub berkata:

أَمَّا بَعْدُ، فَإِنَّ رَسُولَ الله صلى الله عليه وسلم كَانَ يأمرنا أَنْ نُخْرِجَ الصَّدَقَةَ مِنَ الَّذِي نُعِدُّ لِلْبَيْعِ

“Amma ba’du. Sungguh Rasulullah saw. telah memerintahkan kami untuk mengeluarkan zakat dari apa yang kami siapkan untuk dijual” (HR Abu Dawud).

Abu Dzar ra., dari Nabi saw., beliau bersabda:

وَفِي الْبَزِّ صَدَقَتُه

“Di dalam (perdagangan) pakaian ada zakat” (HR ad-Daraquthni dan al-Baihaqi).

Al-Bazzu adalah pakaian dan gamis yang diperdagangkan. Abu Ubaid meriwayatkan dari Abu Amrah bin Hamas, dari bapaknya, yang berkata:

مَرَّ بِيْ عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ، فَقَالَ: يا حَمَاسَ، أَدِّ زَكَاةَ مَالِكَ، فَقُلْتُ: مَالِيْ مَالٌ إِلاَّ جُعَابٌ، وَأَدَمٌ. فَقَالَ: قَوِّمْهَا قِيْمَةً، ثُمَّ أَدِّ زَكَاَتَهَا

“Umar bin al-Khaththab pernah melewatiku. Lalu ia berkata, ‘Hamas, tunaikan zakat hartamu!’ Aku berkatakan, ‘Aku tidak punya harta kecuali anak panah dan lauk-pauk.’ Umar berkata, ‘Estimasi nilainya, kemudian tunaikan zakatnya!’”

Abdurrahman bin Abdul Qariy berkata:

كُنْتُ عَلَى بَيْتِ الْمَالِ، زَمَنَ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ، فَكَانَ إِذَا خَرَجَ الْعَطَاءَ جَمَعَ أَمْوَالَ التُّجَّارِ، ثُمَّ حَسِبَهَا، شَاهِدَهاَ وَغَائِبَهَا، ثُمَّ أَخَذَ الزَّكَاةَ مِنْ شَاهِد الْمَالِ عَلَى الشَّاهِدِ وَالْغَائِبِ. [رواه أبو عبيد]

“Aku menjadi pengurus Baitul Mal pada zaman Khalifah Umar bin al-Khaththab ra. Jika ia mengeluarkan pemberian maka dia mengumpulkan harta para pedagang. Kemudian ia menghitung yang ada dan yang tidak ada di tempat. Lalu ia mengambil zakat dari harta yang ada atas harta yang ada dan yang tidak ada di tempat” (HR Abu Ubaid).

Abu Ubaid juga meriwayatkan hadis dari Ibnu Umar ra. yang berkata:

مَا كَانَ مِنْ رَقِيْقٍ أَوْ بَزٍّ يُرَادُ بِهِ التِّجَارَةُ، فَفِيْهِ الزَّكَاةُ

“Apa saja berupa lempengan atau baju yang diinginkan untuk diperdagangkan maka di dalamnya ada zakat.”

Diriwayatkan kewajiban zakat dalam perdagangan dari Umar, Ibnu Umar, Ibnu Abbas dan fuqaha yang tujuh; Al-Hasan, Jabir, Thawus, an-Nakha’iy, ats-Tsawriy, al-Awza’iy, asy-Syafi’iy, Ahmad, Abu Ubaid, ashhabur ra‘yi, Abu Hanifah dan selain mereka.

Wajib Zakat Dalam Komoditi Perdagangan

Wajib zakat dalam komoditi perdagangan jika nilainya telah mencapai nilai nishab emas atau nilai nishab perak, serta telah berlalu satu tahun Hijrah.

  • Jika seorang pedagang memulai perdagangannya dengan harta kurang dari nishab, dan di akhir haul, harta itu menjadi mencapai nishab, maka tidak ada zakat atasnya. Sebabnya, nishab itu belum berlalu atasnya satu haul.
  • Jika pedagang itu memulai perdagangannya dengan harta yang melebihi nishab, misalnya dia memulai perdagangannya dengan seribu dinar, dan di akhir tahun perdagangannya tumbuh dan untung serta nilainya menjadi tiga ribu dinar, wajib bagi dia mengeluarkan zakat tiga ribu dinar itu, bukan seribu dinar yang dengan itu dia memulai perdagangannya.

Sebabnya, pertumbuhannya mengikuti harta asal dan haul keuntungan hasil darinya adalah haul harta pokok itu. Semisal anak kambing dan anak unta dihitung bersama induknya dan dizakati sebab haulnya adalah haul induknya. Demikian juga keuntungan harta. Haulnya menggunakan haul harta pokok yang untung itu.

Estimasi Nilai Komoditas Perdagangan

Jika telah berlalu satu haul maka pedagang mengestimasi nilai komoditi perdagangannya baik apakah wajib atasnya zakat dengan zatnya seperti unta, sapi dan domba; atau tidak wajib atasnya zakat menurut zatnya semisal pakaian dan barang manufaktur, atau tanah dan bangunan. Pedagang itu mengestimasi nilainya semuanya dengan satu estimasi nilai menggunakan emas atau perak.

Lalu dari harta itu dia keluarkan 2,5 persen jika nilainya telah mencapai nishab emas atau nilai nishab perak. Dari harta itu dikeluarkan apa yang wajib padanya menggunakan uang yang berlaku dan boleh dikeluarkan zakatnya dari barangnya jika hal itu lebih mudah bagi dirinya.

  • Hal itu seperti orang yang berdagang kambing atau sapi atau pakaian. Nilai zakat yang wajib atasnya senilai seekor kambing atau sapi atau sehelai pakaian. Dia boleh mengeluarkan uang dari hartanya dan dia boleh mengeluarkan seekor kambing, sapi atau pakaian. Artinya, mana saja hal itu yang dia inginkan, dia boleh lakukan.

Komoditi perdagangan yang wajib zakat pada zatnya seperti unta, sapi dan kambing dizakati dengan zakat komoditi perdagangan bukan zakat hewan ternak. Sebabnya, perdagangan adalah yang dimaksudkan dari kepemilikannya dan bukan sekadar dimiliki.

Begitulah. Perdagangan diestimasi nilainya di awal. Jika mencapai nishab atau lebih maka ini dihitung awal haul. Di akhir haul diestimasi nilainya lagi, kemudian dibayarkan zakatnya sesuai estimasi nilai ketika wajibnya zakat. Sebagaimana yang disebutkan di atas, keuntungan digabungkan pada penghitungan nilai perdagangan hingga seandainya belum berlalu satu haul atas keuntungan itu karena haul keuntungan adalah haul modal.

WalLâh a’lam wa ahkam.

[Dikutip dari Jawab-Soal Syaikh Atha’ bin Khalil Abu ar-Rasytah tertanggal 28 Sya’ban 1444 H – 20 Maret 2023 M]

Tidak ada komentar untuk "Panduan Zakat Komoditas Perdagangan: Ketentuan dan Cara Penghitungan yang Benar"