Pemahaman Tentang Al-Quran Makhluk atau Bukan
Apakah al-Quran itu makhluk Allah atau bukan? Lalu bagaimana dengan Imam Abu Hanifah yang mengatakan, “Segala sesuatu adalah makhluk, kecuali al-Quran, sebab al-Quran itu adalah firman Allah (kalâmulLâh).” Bagaimana menjelaskan hal ini?
Jawab:
Berkaitan dengan apakah al-Quran itu makhluk Allah atau bukan, maka perlu ditegaskan bahwa al-Quran adalah firman Allah (kalâmulLâh). Tatacara firman (kalâm) dari Allah SWT tidak dapat dipahami hakikatnya. Oleh karena itu tidak mungkin bagi akal manusia untuk membahas tentang tatacara firman Allah (kalâmulLâh), apakah itu makhluk atau bukan? Namun, kita mengimani al-Quran sebagaimana yang dinyatakan oleh nas. Jadi kita mengimani bahwa al-Quran adalah firman Allah (kalâmulLâh). Cukup begitu.
Perlu diketahui, pembahasan kelompok-kelompok islami terdahulu seperti Muktazilah dan selain mereka dalam topik ini berdasarkan logika (mantiq) pada selain perkara yang terindera. Pembahasan-pembahasan ini tidak benar dan mengantarkan pada hasil-hasil yang kontradiktif. Sebabnya, hal itu tidak dibangun di atas pembahasan pada perkara-perkara yang terindera. Kami telah menjelaskan hal itu di dalam buku-buku kami. Pertama: Dalam Kitab Asy-Syakhshiyah al-Islâmiyah (1/58-61) file word, Bab “Khatha`u Manhaji al-Mutakallimiin”, dinyatakan antara lain:
Misalnya, dikatakan secara logika (mantiq): Al-Quran adalah firman Allah (kalâmulLâh) dan itu tersusun dari huruf-huruf yang berurutan dalam wujud. Setiap firman (kalâm) yang tersusun dari huruf-huruf yang berurutan dalam wujud adalah hâdits[un] (baru). Kesimpulannya: Al-Quran adalah hâdits[un] (baru) dan makhluk.
Penataan hipotesa ini mengantarkan pada hasil (kesimpulan) yang tidak termasuk perkara yang dapat dijangkau oleh indera. Karena itu tidak ada jalan bagi akal untuk membahas atau memberi keputusan atas perkara ini. Kesimpulan semacam ini merupakan keputusan hipotetik dan tidak realistis, juga termasuk perkara yang tidak bisa dipikirkan oleh akal. Sebabnya, pembahasan tentang sifat Allah merupakan pembahasan pada Zat-Nya. Tentu tidak boleh membahas Zat Allah sama sekali dari aspek manapun.
Apalagi, dengan logika (mantiq) yang sama kita dapat mencapai kesimpulan yang kontradiksi dengan kesimpulan ini: Dikatakan: Al-Quran adalah firman Allah (kalâmulLâh) dan itu merupakan sifat untuk Diri-Nya. Semua yang merupakan sifat Allah bersifat qadîm. Kesimpulanya: Al-Quran adalah qadîm, bukan makhluk.”
Dengan itu tampak menonjol kontradiksi pada logika (mantiq) dalam satu proposisi. Begitulah dalam banyak proposisi yang disusun di atas penyusunan premis (maqûlât) di atas premis (maqûlât) yang lain, logika (mantiq) sampai pada kesimpulan-kesimpulan yang sangat kotradiktif dan sangat aneh.
Adapun penyusunan perkara yang terindera (al-mahsûsât) di atas perkara lain yang terindera, jika berujung pada penginderaan dalam proposisi dan berujung pada penginderaan dalam kesimpulan maka hasilnya benar.
Kedua: Dalam buku yang sama (hlm. 126, file word), pada Bab ShifâtulLâh, dinyatakan:
Karena itu, pembahasan semua mutakalimiin tentang sifat-sifat Allah SWT adalah tidak pada tempatnya dan murni keliru. Sifat-sifat Allah itu bersifat tawqîfiyyah. Apa yang dinyatakan di dalam nas-nas yang qath’i kita sebutkan dengan kadar yang dinyatakan di dalam nas dan tidak yang lain. Tidak boleh kita menambahkan sifat yang tidak dinyatakan. Tidak boleh kita menjelaskan sifat dengan selain apa yang dinyatakan di dalam nas yang qath’i.
Kesimpulannya: Al-Quran adalah firman Allah (kalâmulLâh). Tidak boleh dibahas tentang keberadaannya sebagai makhluk atau bukan makhluk. Sebabnya, pembahasan tentang sifat termasuk ke dalam pembahasan tentang Zat-Nya. Zat Allah SWt tidak mungkin dibahas oleh akal. Sebabnya, Zat Allah SWT tidak mungkin bisa terjangkau oleh indera kita sehingga mustahil dapat dibahas oleh akal.
Jadi kita mengimani sifat-sifat Allah SWT sebatas apa yang dinyatakan di dalam nas yang qath’i tanpa perlu ada penambahan atau pengurangan. Cukup sebagaimana yang dinyatakan di dalam nas-nas yang qath’i. Di antaranya:
هُوَ ٱللَّهُ ٱلَّذِي لَآ إِلَٰهَ إِلَّا هُوَۖ عَٰلِمُ ٱلۡغَيۡبِ وَٱلشَّهَٰدَةِۖ هُوَ ٱلرَّحۡمَٰنُ ٱلرَّحِيمُ ٢٢ هُوَ ٱللَّهُ ٱلَّذِي لَآ إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ ٱلۡمَلِكُ ٱلۡقُدُّوسُ ٱلسَّلَٰمُ ٱلۡمُؤۡمِنُ ٱلۡمُهَيۡمِنُ ٱلۡعَزِيزُ ٱلۡجَبَّارُ ٱلۡمُتَكَبِّرُۚ سُبۡحَٰنَ ٱللَّهِ عَمَّا يُشۡرِكُونَ ٢٣ هُوَ ٱللَّهُ ٱلۡخَٰلِقُ ٱلۡبَارِئُ ٱلۡمُصَوِّرُۖ لَهُ ٱلۡأَسۡمَآءُ ٱلۡحُسۡنَىٰۚ يُسَبِّحُ لَهُۥ مَا فِي ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلۡأَرۡضِۖ وَهُوَ ٱلۡعَزِيزُ ٱلۡحَكِيمُ ٢٤
Dialah Allah Yang tiada Tuhan selain Dia. Yang Matatahu atas yang gaib dan yang nyata, Dialah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Dialah Allah Yang tiada Tuhan selain Dia; Maharaja Yang Mahasuci, Yang Mahasejahtera, Yang Pemberi Keamanan, Yang Maha Pemelihara, Yang Maha Perkasa, Yang Mahakuasa, Pemilik Segala Keagungan. Mahasuci Allah dari apa saja yang mereka persekutukan. Dialah Allah Yang Maha Pencipta, Yang Mengadakan, Yang Membentuk Rupa, Yang Mempunyai Asmaaul Husna. Bertasbih kepada Daia apa saja yang ada di langit dan bumi. Dialah Yang Mahaperkasa lagi Mahabijaksana (QS al-Hasyr [59]: 22-24).
Demikian pula ayat-ayat lainnya dari nas-nas yang qath’i.
Kita pun mengimani al-Quran adalah firman Allah (kalâmulLâh) sebagaimana di dalam nas-nas yang qath’i:
وَإِنۡ أَحَدٞ مِّنَ ٱلۡمُشۡرِكِينَ ٱسۡتَجَارَكَ فَأَجِرۡهُ حَتَّىٰ يَسۡمَعَ كَلَٰمَ ٱللَّهِ ثُمَّ أَبۡلِغۡهُ مَأۡمَنَهُۥۚ ذَٰلِكَ بِأَنَّهُمۡ قَوۡمٞ لَّا يَعۡلَمُونَ ٦
Jika seseorang di antara kaum musyrik itu meminta perlindungan kepada kamu, maka lindungilah dia supaya ia sempat mendengar firman Allah. Kemudian antarkanlah dia ketempat yang aman baginya. Demikian itu disebabkan mereka kaum yang tidak mengetahui (QS at-Taubah [9]: 6).
أَمۡ يَقُولُونَ ٱفۡتَرَىٰ عَلَى ٱللَّهِ كَذِبٗاۖ فَإِن يَشَإِ ٱللَّهُ يَخۡتِمۡ عَلَىٰ قَلۡبِكَۗ وَيَمۡحُ ٱللَّهُ ٱلۡبَٰطِلَ وَيُحِقُّ ٱلۡحَقَّ بِكَلِمَٰتِهِۦٓۚ إِنَّهُۥ عَلِيمُۢ بِذَاتِ ٱلصُّدُورِ ٢٤
Bahkan mereka mengatakan, “Dia (Muhammad) telah mengada-adakan dusta terhadap Allah.” Jika Allah menghendaki, niscaya Dia mengunci mati hatimu. Allah menghapuskan yang batil dan membenarkan yang haq dengan kalimat-kalimat-Nya (al-Quran). Sungguh Dia Mahatahu atas segala isi hati (QS asy-Syura [42]: 24).
لَا تُحَرِّكۡ بِهِۦ لِسَانَكَ لِتَعۡجَلَ بِهِۦٓ ١٦ إِنَّ عَلَيۡنَا جَمۡعَهُۥ وَقُرۡءَانَهُۥ ١٧ فَإِذَا قَرَأۡنَٰهُ فَٱتَّبِعۡ قُرۡءَانَهُۥ ١٨ ثُمَّ إِنَّ عَلَيۡنَا بَيَانَهُۥ ١٩
Janganlah kamu menggerakkan lidahmu untuk (membaca) al-Quran karena hendak cepat-cepat (menguasai)-nya. Sungguh atas tanggungan Kamilah mengumpulkan al-Quran itu (di dadamu) dan (membuat kamumu pandai) membacanya. Jika Kami telah selesai membacakan al-Quran maka ikutilah bacaannya itu. Kemudian, sungguh atas tanggungan Kamilah penjelasannya (QS al-Qiyamah [75]: 16-19).
وَٱتۡلُ مَآ أُوحِيَ إِلَيۡكَ مِن كِتَابِ رَبِّكَۖ لَا مُبَدِّلَ لِكَلِمَٰتِهِۦ وَلَن تَجِدَ مِن دُونِهِۦ مُلۡتَحَدٗا ٢٧
Bacakanlah apa saja yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu kitab Tuhanmu (al-Quran). Tidak ada (seorang pun) yang dapat mengubah kalimat-kalimat-Nya. Kamu tidak akan dapat menemukan tempat berlindung selain dari Dia (QS al-Kahfi [18]: 27).
WalLâh a’lam wa ahkam. []
[Dikutip dari Jawab-Soal Syaikh Atha’ bin Khalil Abu ar-Rasytah. 15 Jumada al-Akhirah 1444 H – 08 Januari 2023 M]
Tidak ada komentar untuk "Pemahaman Tentang Al-Quran Makhluk atau Bukan"
Posting Komentar