Terkuaknya Kasus Judi Online dan Refleksi terhadap Sistem Kapitalisme

Terbongkarnya kasus judi online (judol) yang melibatkan Kementerian Komunikasi dan Digital (Kemenkomdigi) seharusnya membuat umat mempertanyakan kembali sistem kapitalisme yang diterapkan di negeri ini.

“Ini kemudian membuat kita seharusnya semakin bertanya-tanya ya, tentang sistem kapitalisme yang diadopsi oleh negeri ini,” ujar Farid Wadjdi, Pemimpin Redaksi Majalah Al-Wa’ie, dalam Sorotan Dunia Islam, Rabu (6/11/2024) di Radio Dakta 107.0 MHz FM Bekasi.

Menurutnya, sistem ini telah membawa kemudaratan luar biasa. Tak hanya itu, penerapan kapitalisme menumbuhkan rasa putus asa dalam upaya pemberantasan kejahatan.

Contohnya, ada anggapan di masyarakat bahwa tindak pidana seperti korupsi, perzinaan, hingga judol sulit atau bahkan mustahil untuk dilenyapkan dari negeri ini.

Hegemoni Korporasi terhadap Kebijakan Pemerintah

Hal ini terjadi karena besarnya hegemoni korporasi dan kelompok bisnis besar terhadap kebijakan-kebijakan pemerintah. Tujuannya tak lain adalah untuk memperoleh keuntungan sebesar-besarnya.

Padahal, sebagai negeri dengan mayoritas penduduk Muslim, Islam beserta perangkat hukumnya sudah terbukti mampu menyelesaikan segala permasalahan, termasuk maraknya judol.

Larangan dalam Al-Qur'an terhadap Perbuatan Merusak

Di dalam Al-Qur’an, ditentukan batasan-batasan perbuatan yang boleh atau dilarang. Melanggar larangan Allah SWT sama saja dengan mempersulit dan menzalimi diri sendiri.

“Kalau Allah SWT sudah melarang tentang suatu perkara, kalau itu kita lakukan, ini pasti membahayakan kita,” tegasnya, termasuk bagi orang yang mengaku beriman agar menjauhi judol.

“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan,” demikian bunyi QS Al-Maidah: 90.

Skandal Judi Online di Kemenkomdigi

Belum lama ini, terungkap skandal besar yang melibatkan oknum pegawai dari Kemenkomdigi. Skandal ini terbongkar ketika diduga sejumlah pegawai kementerian tersebut secara sengaja melindungi ribuan situs judol yang seharusnya diblokir.

“Bayangkan, yang seharusnya memberangus, malah menjaga dan membinanya,” tandas Farid, sambil mengungkapkan besarnya keuntungan dari setiap situs yang tak diblokir sebesar Rp8,5 juta.

Tiga Pilar Islam dalam Pemberantasan Judi Online

Farid memaparkan tiga pilar Islam untuk menyelesaikan persoalan di masyarakat, termasuk pemberantasan judol hingga tak ada lagi situs-situs judi baru:

  • Ketakwaan Individu: Ketakwaan harus melekat pada masing-masing individu. “Hukum sebagus siapa pun, kalau tidak ada ketakwaan individu, itu akan jebol,” ujarnya, menyinggung celah besar dalam sistem di berbagai lembaga negara termasuk Kemenkomdigi. Bahkan ketika hukum Islam diterapkan, jika ketakwaan individu tidak ditekankan, maka sistem akan tetap mengalami kegagalan.
  • Ketegasan Hukum Islam: Hukum Islam memiliki unsur pengantar, pencegahan, hingga sanksi tegas. Sistem hukum harus berfungsi optimal dengan menghilangkan semua jalan menuju judi online, dan setiap pelanggaran, terutama dari bandar judi, harus diberi sanksi yang sangat tegas. Dengan memberikan sanksi hukuman mati bagi bandar judi, misalnya, akan sangat efektif memutus rantai operasionalnya.
  • Sanksi Keras bagi Aparat yang Terlibat: Pegawai pemerintahan yang terlibat kejahatan bukan hanya melanggar hukum tetapi juga mengkhianati amanah yang diberikan. “Maka ini harus diberikan sanksi yang sangat keras,” pungkasnya.

Tidak ada komentar untuk "Terkuaknya Kasus Judi Online dan Refleksi terhadap Sistem Kapitalisme"