Lima Hari Raya Orang Mukmin yang Perlu Kita Ketahui
Dalam sebuah penyampaian yang penuh makna, seorang bijak menyampaikan tentang betapa pentingnya kita memahami hari raya seorang mukmin. Beliau mengungkapkan bahwa seorang mukmin memiliki lima hari raya yang istimewa. Mari kita telaah satu per satu hari raya tersebut:
Lil mukmini khamsu a'yadin," orang mukmin itu punya lima hari raya.
1. Yaumun La Yuktabu Fihi Alaihi Danbun (يَوْمٌ لَا يُكْتَبُ فِيهِ عَلَيْهِ ذَنْبٌ)
Hari raya yang pertama bagi seorang mukmin adalah hari di mana ia tidak tercatat melakukan dosa. Bayangkan, jika dalam satu hari saja kita mampu menjaga diri dari segala perbuatan dosa, maka hari itu adalah hari perayaan yang sesungguhnya. Hari di mana lembaran catatan amal kita bersih dari noda dosa, inilah kebahagiaan yang patut kita syukuri dan rayakan.
2. Yaumun Yakhruju Fihi Minad Dunya Wahuwa Mukminun (يَوْمٌ يَخْرُجُ فِيهِ مِنَ الدُّنْيَا وَهُوَ مُؤْمِنٌ)
Hari raya yang kedua adalah hari ketika seorang mukmin keluar dari dunia ini dalam keadaan beriman (khusnul khatimah). Inilah puncak dari segala perjuangan seorang muslim di dunia. Mengakhiri hidup dengan iman yang teguh adalah anugerah terbesar. Lantas, bagaimana cara kita meraih khusnul khatimah? Kuncinya terletak pada hari raya yang pertama. Jika kita mampu menjaga diri dari dosa setiap harinya, maka kita memiliki potensi besar untuk mengakhiri hidup dalam keadaan yang diridhai Allah.
3. Yaumun Yujaza Fihi Anis Sirat Wahuwa Aminun (يَوْمٌ يُجَازَى فِيهِ عَنِ الصِّرَاطِ وَهُوَ آمِنٌ)
Hari raya yang ketiga adalah hari di mana seorang mukmin berhasil melewati jembatan Shirath dengan selamat. Shirath digambarkan dalam hadis sebagai jembatan yang sangat tipis, lebih tipis dari rambut yang dibelah tujuh. Tidak ada kekuatan duniawi yang dapat menyelamatkan kita saat melewatinya, melainkan hanya amal ibadah kita selama hidup di dunia. Ketika seorang mukmin berhasil menyeberangi Shirath dengan selamat, inilah hari raya kemenangan yang hakiki.
4. Yaumun Yadkhulu Fil Jannata (يَوْمٌ يَدْخُلُ فِي الْجَنَّةِ)
Hari raya yang keempat adalah hari di mana seorang mukmin memasuki surga. Imam Ahmad bin Hanbal bahkan mengatakan bahwa seorang mukmin tidak akan beristirahat yang sesungguhnya hingga kakinya menginjakkan surga. Gambaran ini menunjukkan betapa besar kerinduan dan harapan para salafus shalih terhadap surga. Meskipun para sahabat seperti Abu Bakar Ash-Shiddiq telah dijamin masuk surga, mereka tetap beramal dengan sungguh-sungguh. Mengapa? Karena mereka tidak ingin kehilangan tiket surga yang telah dijanjikan. Mereka memahami bahwa janji surga adalah motivasi terbesar untuk terus beramal shalih.
5. Yaumun Yandhuru Fihi Ilallah (يَوْمٌ يَنْظُرُ فِيهِ إِلَى اللَّهِ)
Hari raya yang kelima dan yang paling agung adalah hari di mana seorang mukmin dapat melihat Allah Subhanahu wa Ta'ala. Kapan momen ini akan terjadi? Tentu saja di surga kelak. Melihat wajah Allah adalah kenikmatan tertinggi yang dijanjikan bagi orang-orang yang beriman dan bertakwa.
Marilah kita merenungi kelima hari raya ini. Semoga kita semua termasuk golongan orang-orang yang mampu meraih setiap kebahagiaan di hari-hari raya tersebut. Amin ya rabbal alamin.
Puncak Kenikmatan di Surga: Melihat Wajah Allah
Puncak segala kenikmatan yang dijanjikan Allah bagi hamba-hamba-Nya yang beriman adalah surga. Di dalamnya terdapat segala sesuatu yang tidak pernah terbayangkan oleh mata, tidak pernah terdengar oleh telinga, dan tidak pernah terlintas dalam hati manusia. Namun, di antara segala kenikmatan surga, terdapat satu kenikmatan yang paling agung, yaitu melihat wajah Allah Subhanahu wa Ta'ala.
Dalam hadis yang diriwayatkan oleh Aisyah radhiyallahu 'anha, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menjelaskan tentang pertemuan pertama manusia dengan Allah. Dalam Al-Qur'an surat Al-Baqarah ayat 46 disebutkan:
Syekh At-Tantawi dalam tafsirnya menjelaskan ayat ini dengan mengutip hadis Aisyah. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menceritakan kepada ibunda Aisyah bahwa pertemuan pertama manusia dengan Allah adalah pada saat kematian. Ketika ruh meninggalkan jasad, di saat itulah seorang hamba bertemu dengan Tuhannya. Oleh karena itu, makna dari "alladzina yadhunnuna annahum mulaqu rabbihim" adalah orang-orang yang meyakini bahwa mereka akan bertemu dengan Rabb mereka ketika mati.
Inilah mengapa, bagi seorang muslim yang ingin khusyuk dalam salatnya, hendaknya ia membayangkan dirinya sedang menghadap Allah, seolah-olah ini adalah salat terakhirnya sebelum kematian menjemput. Dengan demikian, kekhusyukan dalam beribadah akan lebih mudah diraih.
Lebih lanjut, kenikmatan melihat wajah Allah akan mencapai puncaknya di surga. Dalam kitab Raudhatul Muhibbin karya Imam Ibnul Qayyim Al-Jauziyyah, diceritakan sebuah dialog antara Allah dengan para penghuni surga. Allah bertanya kepada mereka, "Nikmat apa lagi yang belum Aku berikan kepada kalian?" Para penghuni surga menjawab, "Segala nikmat-Mu telah Engkau berikan kepada kami, kecuali satu, yaitu nikmat melihat wajah-Mu, ya Allah."
Maka Allah berfirman, "Baiklah kalau begitu." Kemudian Allah memerintahkan Malaikat Jibril untuk mengangkat tabir-Nya. Ketika tabir pertama diangkat, seluruh penghuni surga melihat cahaya yang begitu terang, hingga mereka bersujud dan menangis, mengira bahwa itu adalah penampakan Allah Subhanahu wa Ta'ala. Namun, Allah berfirman kepada mereka, "Hai hamba-hamba-Ku, angkatlah kepala kalian. Surga ini adalah negeri tempat pembalasan, bukan tempat untuk beramal lagi."
Setelah itu, Allah memerintahkan Jibril untuk mengangkat tabir yang kedua. Cahaya yang tampak semakin terang, dan para penghuni surga kembali bersujud dan menangis, mengira itulah wajah Allah yang Maha Suci. Allah kembali berfirman seperti sebelumnya.
Barulah ketika Allah memerintahkan Jibril untuk mengangkat tabir yang ketiga, Allah menampakkan wajah-Nya yang Maha Indah. Ketika mereka melihat wajah Allah, mereka sama seperti pada penampakan cahaya sebelumnya, bersujud dan menangis. Namun, kali ini tangisan mereka begitu dahsyat, hingga dalam riwayat disebutkan bahwa mereka melupakan semua kenikmatan surga yang telah mereka rasakan sebelumnya. Mereka lupa akan segala keindahan dan kemewahan surga, karena keindahan dan keagungan wajah Allah Subhanahu wa Ta'ala jauh melebihi segala sesuatu yang pernah mereka lihat dan rasakan.
Inilah puncak kenikmatan di surga, kerinduan setiap muslim yang bertakwa: melihat wajah Allah Yang Maha Mulia. Semoga Allah Ta'ala menganugerahkan kepada kita semua kesempatan untuk meraih kenikmatan yang tak terhingga ini di surga kelak. Amin ya rabbal 'alamin.
Puncak Kenikmatan di Surga: Bertemu dan Melihat Rasulullah serta Allah Ta'ala
Maka, melihat Allah di Jannah (surga) itu adalah puncak nikmat. Betapa bahagianya kita bisa bertemu di surga dengan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam. Sebagaimana telah diceritakan sebelumnya, dalam kitabnya, Abu Ya'la As-Syaibani meriwayatkan bahwa wajah Rasulullah itu ditampakkan kepada kita, bahkan baru 25% saja sudah begitu luar biasa. Nantinya, 100% wajah Nabi shallallahu 'alaihi wasallam akan ditampakkan kepada kita pada saat kita bertemu dengan beliau di surga Firdaus.
Coba renungkan, kata para ulama, nikmat apa yang paling nikmat ketika kita berada di surga? Tentu saja, salah satu nikmat terbesar adalah karena di sana ada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam. Nikmat karena kita bisa bertemu dan berinteraksi dengan beliau. Bertemu dengan Rasulullah saja sudah merupakan kebahagiaan yang tak terhingga, apalagi ini adalah puncak nikmat, yaitu bisa bertemu langsung dan melihat wajah Allah Subhanahu wa Ta'ala.
Oleh karena itulah, di dalam riwayat disebutkan bahwa ketika Allah menampakkan wajah-Nya, para penghuni surga sampai melupakan semua nikmat yang telah mereka dapatkan sebelumnya. Mereka lali kabeh (lupa semua), lupa semua nikmat yang telah mereka terima. Mereka melupakan semuanya itu karena mereka telah berada di puncak nikmat yang sesungguhnya.
Inilah gambaran bagaimana para penghuni surga merasakan kebahagiaan yang luar biasa ketika mendapatkan nikmat tersebut.
Coba kita renungkan, bagaimana jika seseorang kehilangan suhbah (kedekatan) dengan Allah di dunia? Kita akan mendapatkan balasan sesuai dengan amal kita di dunia. Sesuai dengan amal kita di dunia. Kalau kita biasa suhbah dengan Allah, dekat dengan Allah, berinteraksi terus-menerus dengan Allah karena kita berzikir dan selalu ingat kepada-Nya, maka Allah pun tidak akan pernah meninggalkan kita. Allah tidak akan pernah meninggalkan kita.