Status Khilafah Pasca Khulafaur Rasyidin
Soal:
Benarkah status Khilafah sudah hilang dan berakhir setelah berakhirnya era Khilafah Rasyidah yang pertama, setelah 30 tahun Khilafah? Benarkah Khilafah telah diubah oleh Muawiyah menjadi kerajaan?
Jawab:
Pertanyaan ini lahir karena ada beberapa nas dan fakta, yang memungkinkan untuk digunakan membangun kesimpulan seperti itu.
Dari beberapa nas, antara lain, tampak beberapa hadis berikut ini:
Hadis Hudzaifah al-Yaman ra.
كُنَّا جُلُوْساً فِي المسْجِدِ فَجَاءَ أَبُوْ ثَعْلَبَةَ الْخَشَنِي فَقَالَ : يَا بَشِيْر بْنِ سَعْدٍ أَتَحْفَظُ حَدِيْثَ رَسُوْلِ للهِ صلى الله عليه وسلم في الأُمَرَاءِ، فَقَالَ حُذَيْفَةُ: أنا أَحْفَظُ خُطْبَتَهُ فَجَلَسَ، أَبُوْ ثَعْلَبَةَ. فَقَالَ حُذَيْفَةُ: قَالَ رَسُوْلُ للهِ صلى الله عليه وسلم: تَكُوْنُ النُّبُوَّةُ فِيْكُمْ مَا شَاءَ الله أَنْ تَكُوْنَ، ثُمَّ يَرْفَعُهَا الله إِذَا شَاءَ أَنْ يَرْفَعَهَا، ثُم تَكُوْنُ خِلاَفَةٌ عَلَى مِنْهَاجِ النُبُّوَةِ فَتَكُوْنُ مَا شَاءَ الله أَنْ تَكُوْنَ، ثُمَّ يَرْفَعُهَا اللهُ إِذَا شَاءَ أَنْ يَرْفَعَهَا، ثُمَّ تَكُوْنُ مُلْكًا عَاضًا فَيَكُوْنُ مَا شَاءَ اللهُ أَنْ يَكُوْنَ، ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ اللهُ أَنْ يَرْفَعَهَا، ثُمَّ تَكُوْنُ مُلْكًا جَبَرِيَّةً فَتَكُوْنُ مَا شَاءَ اللهُ أَنْ تَكُوْنَ، ثُمَّ يَرْفَعُهَا اللهُ إِذَا شَاءَ أَنْ يَرْفَعَهَا، ثُمَّ تَكُوْنُ خِلاَفَةً عَلَى مِنْهَاجِ النُّبُوَّةِ، ثُمَّ سَكَتَ
Kami pernah duduk di masjid, kemudian Abu Tsa’labah al-Khasyani datang. Beliau bertanya, “Wahai Basyir bin Saad, apakah kamu hapal hadis Rasulullah saw. tentang para pemimpin? Hudzaifah menjawab, “Aku hapal khutbah Baginda.” Abu Tsa’labah pun duduk. Hudzaifah berkata, “Rasulallah saw. bersabda, ‘Akan ada era Kenabian di antara kalian. Dengan kehendak Allah, ia akan tetap ada. Setelah itu, Allah pun mengakhiri era itu jika Dia berkehendak untuk mengakhirinya. Lalu akan ada era Khilafah yang mengikuti metode Kenabian. Dengan kehendak Allah, ia akan tetap ada. Setelah itu, Allah pun mengakhiri era itu jika Dia berkehendak untuk mengakhirinya. Kemudian akan ada era kekuasaan yang mengingit. Dengan kehendak Allah, ia akan tetap ada. Setelah itu, Allah pun mengakhiri era itu jika Dia berkehendak untuk mengakhirinya. Lalu akan ada era kekuasaan dictator. Dengan kehendak Allah, ia akan tetap ada. Setelah itu, Allah pun mengakhiri era itu jika Dia berkehendak untuk mengakhirinya. Selanjutnya, akan ada kembali era Khilafah yang mengikuti metode kenabian.’ Setelah itu Baginda diam.” (HR Ahmad).
Hadis ini menceritakan lima fase: Fase Kenabian, fase Khilafah ‘ala Minhja Nubuwwah, fase Mulkan ‘Adhan, fase Mulkan Jabariyah, fase Khilafah ‘ala Minhaj Nubuwwah.
Dengan jelas hadis ini menjelaskan adanya lima fase. Bahkan fase kelima dengan jelas menyatakan akan kembalinya Khilafah ‘ala Minhja Nubuwwah. Namun, ada kalangan tertentu yang menggunakan hadis ini untuk mendukung argumentasinya, bahwa Khilafah tidak ada lagi setelah Khilafah Rasyidah yang pertama.
Hadis Safinah
اَلْخِلاَفَةُ فِي أُمَّتِي ثَلاَثُوْنَ سَنَةً ثُمَّ مُلْكٌ بَعْدَ ذَلِك
Khilafah di tengah umatku akan berlangsung selama tiga puluh tahun. Setelah itu adalah kerajaan (HR at-Tirmidzi).
اَلْخِلاَفَةُ ثَلاَثُوْنَ عَاماً ثُمَّ يَكُوْنُ بَعْدَ ذَلِكَ الملْكُ
Khilafah itu akan berlangsung selama tiga puluh tahun. Setelah itu adalah kerajaan (HR Ahmad).
خِلاَفَةُ النُّبُوَّةِ ثَلاَثُوْنَ سَنَة ثُم يُؤْتِي اللهُ الُملْكَ مَنْ يَشَاءُ أَوْ مُلْكَهُ مَنْ يَشَاء
Khilafah Kenabian itu akan berlangsung selama tiga puluh tahun. Kemudian Allah akan menghadirkan kerajaan kepada siapa saja yang Dia kehendaki atau kekuasaan-Nya kepada siapa saja yang Dia kehendaki (HR Abu Dawud).
Tiga riwayat hadis yang berbeda dari Safinah ra. di atas, baik riwayat at-Tirmidzi, Ahmad maupun Abu Dawud, semuanya bisa digunakan sebagai hujjah. Ketiga hadis ini juga saling melengkapi dan menjelaskan.
Dari hadis riwayat Abu Dawud di atas, yang dimaksud Khilafah itu akan berlangsung tiga puluh tahun, tak lain adalah Khilafah Kenabian, atau Khilafah ‘ala Minhaj Nubuwwah. Bukan Khilafah secara umum. Dengan begitu tidak bisa disimpulkan bahwa setelah tiga puluh tahun Khilafah ‘ala Minhaj Nubuwwah ini bukan lagi berstatus Khilafah.
Begitu juga tentang konotasi “Mulk”, yang secara harfiah berarti kekuasaan. Baik dalam Hadits Hudzaifah maupun Safinah. Semuanya tidak bisa diartikan dengan konotasi kerajaan sebagaimana yang kita pahami saat ini. Kata, “Mulk”, dalam hadis Hudzaifah maupun Safinah, bisa dijelaskan maknanya dengan riwayat terakhir, dari Abu Dawud, “Aw Mulkahu” (Mulka-Llah). Dalam kamus Lisan al-‘Arab, lafal “Mulku-Llah” diartikan dengan “Sulthanuhu wa ‘Udhmatuhu” (kekuasaan dan keagungan-Nya).
Ini konotasi harfiah atau haqiqah lughawiyah (makna hakiki secara bahasa) lafal “Mulk”, yang berarti kekuasaan dan keagungan.
Memang lafal “Mulk” juga digunakan dengan konotasi haqiqah ‘urfiyyah (makna hakiki menurut konvensi), yang merujuk pada kekuasaan yang dijalankan dengan zalim, atau menyalahi sunnah.
Inilah yang dipahami oleh para sahabat. Ibn Saad telah mengeluarkan riwayat dari Sufyan bin Abi al-Auja’ yang berkata, bahwa Umar bin al-Khaththab ra. pernah berkata:
وَاللهِ مَا أَدْرِي أَخَلِيْفَةُ أنا أَمْ مَلِكٌ؟ فَإِنْ كُنْتُ مَلِكٌ، فَهَذَا أَمْرٌ عَظِيْمٌ ! قَالَ قَائِلٌ : يَا أَمِيْرَ الْمُؤْمِنِيْنَ، إِنَّ بَيْنَ أَمِيرِ الْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمَلِكِ فَرْقَاً؟ فَقَالَ: نَعَمْ، أَمِيْرُ الْمُؤْمِنِيْنَ يَفِيْقُ فِيهِ أَحَدُ النَّاسِ حَتَّى يَكْرُهُهُ، وَيَحْنُو عَلَيْهِ أُمَّتُهُ وَيَعِدُهُ إِلَى رَبِّهِ
WALLAHI aku tak tahu apakah aku ini seorang Khalifah atau seorang Raja? Jika aku seorang Raja, maka ini adalah perkara yang sangat besar! Seseorang pun berkata: Apakah ada perbedaan antara seorang Khalifah dan seorang Raja, wahai Amirul Mu’minin? Umar menjawab: “Ya, ada. Seorang Amirul Mu’minin bisa berkuasa atas dirinya sendiri hingga ia dibenci oleh rakyatnya. Sedangkan seorang Raja disayang oleh umatnya dan akan menghadap kepada Tuhannya.”
Perbedaan antara khalifah dan raja pada masa itu adalah sangat jelas. Dan tentu perbedaannya sangat mendasar sekali. Apakah hal tersebut juga terjadi dalam pemerintahan kini, di mana ada penguasa yang berkuasa dengan zalim dan menindas rakyatnya, itu semua bergantung pada amal perbuatan mereka.
Oleh karena itu, bisa dipahami bahwa Khilafah tidak berakhir sampai dengan sekarang. Mungkin saja bentuknya yang berbeda. Namun prinsip bahwa kekuasaan yang berdasar syariat, dengan dihadiri oleh prinsip keadilan tetap akan mewujudkan keadaan yang lebih sejahtera dan aman.
Tidak ada komentar untuk "Status Khilafah Pasca Khulafaur Rasyidin"
Posting Komentar