Melahirkan Para Kesatria: Guru dan Pemimpin Umat



Kajian kitab *Salahul Ummah Fi Uluwil Himmah* menyoroti peran penting para *rijal* (kesatria, pejuang, ulama panutan) dalam mencetak generasi pemimpin umat. Mereka bukan hanya alim dalam ilmu agama, tetapi juga memiliki jiwa kepahlawanan yang diwariskan kepada murid-muridnya.

Ulama Sebagai Pencetak Pemimpin

Para Khulafa Rasyidin adalah contoh nyata bagaimana ulama juga merupakan *rijal* yang gagah berani. Mereka dididik langsung oleh Nabi Muhammad ﷺ. Para *rijal* ini memiliki keseimbangan antara ibadah di malam hari dan keberanian di medan juang pada siang hari. Karakteristik inilah yang kemudian mereka ajarkan kepada generasi penerus, menghasilkan pemimpin-pemimpin umat yang hebat.

Kisah Inspiratif: Shalahuddin Al-Ayyubi dan Muhammad Al-Fatih

Shalahuddin Al-Ayyubi, sang pembebas Baitul Maqdis, tumbuh di bawah bimbingan para ulama sejak masa Imam Al-Ghazali hingga Syekh Abdul Qadir Al-Jailani. Begitu pula Muhammad Al-Fatih, penakluk Konstantinopel yang mewujudkan bisyarah Rasulullah ﷺ, dididik oleh ulama-ulama seperti Syekh Aksamsuddin dan Syekh Ahmad Al-Qurani.

Imam Abu Hanifah pernah berkata, *"Nahnu rijal wa hum rijal"* (نحن رجال وهم رجال - Kami adalah *rijal* dan mereka adalah *rijal*), menunjukkan bahwa kehebatan seorang tokoh berakar dari didikan *rijal* sebelumnya.

Al-Qur'an Sebagai Landasan Pembentukan Rijal

Mualif mengutip firman Allah dalam surat Hud ayat 116:

فَلَوْلَا كَانَ مِنَ الْقُرُونِ مِنْ قَبْلِكُمْ أُولُو بَقِيَّةٍ يَنْهَوْنَ عَنِ الْفَسَادِ فِي الْأَرْضِ إِلَّا قَلِيلًا مِمَّنْ أَنْجَيْنَا مِنْهُمْ ۗ وَاتَّبَعَ الَّذِينَ ظَلَمُوا مَا أُتْرِفُوا فِيهِ وَكَانُوا مُجْرِمِينَ

_"Maka mengapa tidak ada di antara umat-umat yang sebelum kamu orang-orang yang mempunyai keutamaan yang melarang (manusia) dari kerusakan di muka bumi, kecuali sebagian kecil di antara orang-orang yang telah Kami selamatkan di antara mereka, dan orang-orang yang zalim hanya mengikuti kemewahan yang ada pada mereka, dan mereka adalah orang-orang yang berdosa."_ (QS. Hud: 116)

Ayat ini menekankan pentingnya keberadaan *ulu baqiyyah* atau *ulul fadl* (orang-orang yang memiliki keutamaan) yang mencegah kerusakan. Mereka inilah *rijal* yang kehadirannya sangat vital bagi umat.

Dalam menghadapi berbagai fitnah, umat Islam diperintahkan untuk berpegang teguh pada Al-Qur'an dan Sunnah. Rasulullah ﷺ bersabda:

تَرَكْتُ فِيكُمْ أَمْرَيْنِ لَنْ تَضِلُّوا مَا تَمَسَّكْتُمْ بِهِمَا كِتَابَ اللَّهِ وَسُنَّةَ نَبِيِّهِ

_"Aku tinggalkan pada kalian dua perkara yang kalian tidak akan tersesat selama kalian berpegang teguh kepada keduanya, yaitu Kitab Allah (Al-Qur'an) dan Sunnah Nabi-Nya."_ (HR. Malik dalam Al-Muwaththa')

Rasulullah ﷺ juga memberikan kabar gembira tentang keberadaan sekelompok umat yang akan terus teguh di atas kebenaran hingga hari kiamat:

لَا تَزَالُ طَائِفَةٌ مِنْ أُمَّتِي عَلَى الْحَقِّ ظَاهِرِينَ لَا يَضُرُّهُمْ مَنْ خَذَلَهُمْ وَلَا مَنْ خَالَفَهُمْ حَتَّى يَأْتِيَ أَمْرُ اللَّهِ وَهُمْ كَذَلِكَ

_"Akan senantiasa ada sekelompok dari umatku yang tetap teguh di atas kebenaran, tidak membahayakan mereka orang yang menghinakan mereka dan tidak pula orang yang menyelisihi mereka, hingga datang keputusan Allah (hari kiamat), dan mereka tetap dalam keadaan demikian."_ (HR. Muslim)

Mendidik Generasi Penerus: Tugas Utama Rijal

*Mihnatur rijal* (tugas para *rijal*) adalah menjadi pendidik yang membentuk karakter kesatria pada generasi penerus. Mereka menjadi teladan dalam meningkatkan kualitas diri menuju kemuliaan dan kesempurnaan.

Proses pembentukan ini meliputi:

  • Pembelajaran (*addirasah*)
  • Pemahaman (*wal faham*)
  • Keyakinan (*al iman*)
  • Penerapan (*wal amal*) yang berkelanjutan

Para ulama Rabbani berperan penting dalam mendidik, mengawasi, mendampingi, dan membersamai generasi muda sehingga nilai-nilai kesatria tertanam kuat dalam diri mereka. Inilah buah dari pendidikan ulama Rabbani yang berhasil mencetak generasi-generasi gemilang.

Pelajaran Penting: Warisan Kebaikan Rijal

Para *rijal* mewariskan kebaikan berupa pendidikan *rujulah*, yaitu pembentukan karakter yang berlandaskan pada kepribadian Islam. Proses ini dilakukan dengan membentuk akal dan jiwa melalui ilmu, keyakinan, dan amal yang terus-menerus.

Dengan bimbingan yang tepat, sistem pendidikan yang baik, dan keteladanan dari para *rijal*, diharapkan akan lahir generasi-generasi unggul yang memiliki karakter luar biasa, mampu mengulang kejayaan Islam di masa depan.

Himmah Tinggi: Menghadapi Kerusakan, Meraih Kemuliaan

Dalam hidup, tantangan sering muncul. Ilmu seharusnya menjadi alat untuk membantu sesama. Namun, keterbatasan terkadang menghalangi. Kita perlu terus introspeksi diri (*murakabah*) dan jangan cepat merasa puas.

Menyalakan Semangat dengan "Tarikan"

Semangat (*himmah*) perlu pemicu agar terus berkobar. Inspirasi, teman saleh, dan tantangan bisa membangkitkan semangat saat kita lemah. Lingkungan positif juga penting untuk menjaga dan meningkatkan *himmah*.

Jauhi Himmah yang Rendah

Jangan biarkan *himmah* kita rendah hingga terjerumus dalam kelalaian. Harta dunia fana. Segala yang melalaikan dari Allah adalah dunia yang hina. Kemuliaan sejati ada di akhirat, dan dunia mulia jika terhubung dengan Allah.

Hati yang Lalai Mencari Kemuliaan Akhirat

Dunia bisa menyibukkan hati dari akhirat, padahal akhirat lebih baik. Jangan tertipu dunia yang sementara. Janji Allah tentang kemenangan Islam dan akhirat pasti datang, meski kini tak terlihat.

Jiwa yang Tak Pernah Tua: Kendalikan Diri

Jiwa tak pernah menua. Nafsu bisa tetap membara meski fisik lemah. Kita harus merdeka, mengendalikan diri dari hawa nafsu. Menaklukkan hawa nafsu membawa kemuliaan, sebaliknya membawa kehinaan.

Pendekkan Angan, Maksimalkan Waktu Kini

Orang saleh menasihati agar tak berangan-angan panjang, terutama soal dunia. Dunia hanya punya tiga waktu: kemarin (evaluasi), kini (beramal), dan esok (tak pasti). Jangan sia-siakan kesempatan hidup untuk bertobat dan berbuat baik.

Introspeksi Diri dan Hentikan Kesalahan

Mukmin harus selalu introspeksi (*muhasabah*). Jika salah, segera berhenti dan bertobat. Jika tidak, setan akan terus memperdaya. Berpikirlah sebelum bertindak (*fikr*) dan merenungkan sebelum beramal.

Himmah Aliyah: Mata, Panglima, dan Pemimpin

Kita adalah mata, panglima, dan pemimpin bagi kaum kita. Dengan *himmah aliyah* (semangat tinggi), kita menjaga, memperbaiki, menuntun, dan mengembalikan idealisme serta kemuliaan, mulai dari keluarga hingga lingkungan sekitar. Semoga kita menjadi contoh kebaikan yang pahalanya terus mengalir.

Menghadapi Kerusakan: Kokohkan Iman

Saat kerusakan melanda, kokohkan iman, tauhid, dan akidah. Iman yang kuat seperti akar pohon, tak mudah tercabut fitnah. Ujian justru meningkatkan derajat di sisi Allah.

Allah berfirman:

إِنَّ الَّذِينَ قَالُوا رَبُّنَا اللَّهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوا تَتَنَزَّلُ عَلَيْهِمُ الْمَلَائِكَةُ أَلَّا تَخَافُوا وَلَا تَحْزَنُوا وَأَبْشِرُوا بِالْجَنَّةِ الَّتِي كُنْتُمْ تُوعَدُونَ

_"Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: "Tuhan kami ialah Allah", kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka (dengan mengatakan): "Janganlah kamu merasa takut dan janganlah kamu bersedih hati; dan bergembiralah kamu dengan (memperoleh) surga yang telah dijanjikan kepadamu". (QS. Fussilat: 30)

Pertolongan Allah pasti datang bagi yang istikamah dalam iman.

Meraih Kemuliaan Ilmu dengan Istikamah

Mengumpulkan ilmu dan meraih kemuliaan butuh istikamah. Menuntut ilmu perlu kesungguhan, sabar, dan tekun. Seperti meraih kemuliaan, menuntut ilmu juga butuh perjuangan. Dengan istikamah belajar dan mengamalkan ilmu, Insya Allah kita meraih kemuliaan yang diridhai Allah.