Menyikapi Kelapangan Dunia: Pelajaran dari Para Sahabat Rasulullah SAW

Bismillahirrahmanirrahim. Alhamdulillah wasalatu ala rasulillah waa alihi wa ashabihi wawalah. La haula wala quwwata illa billah. Rabbisrohliassirli amri wahlul uqdatan lisani yafqohu qoli. Allahumma innubika udlala alaih.

Segala puji bagi Allah, selawat dan salam semoga tercurah kepada Rasulullah, keluarga, sahabat, dan para pengikutnya. Tiada daya dan upaya kecuali dengan pertolongan Allah. Ya Allah, sesungguhnya kami berlindung kepada-Mu dari kesesatan dan menyesatkan.

Wahai Bapak, Ibu, dan hadirin sekalian yang dimuliakan oleh Allah. Alhamdulillah, pada kesempatan subuh yang penuh berkah ini, kita kembali berkesempatan untuk melanjutkan kajian mendalam dari kitab Hayatus Sahabah. Pada pertemuan kali ini, kita akan merenungkan bagaimana para sahabat Rasulullah sallallahu alaihi wasallam menghadapi kelapangan dunia, nikmat yang Allah Subhanahu wa ta'ala anugerahkan kepada mereka.

Sebelum kita memulai pembahasan yang penuh hikmah ini, mari kita bersama-sama menghadiahkanSurat Al-Fatihah kepada penulis kitab yang mulia ini, serta kepada seluruh guru-guru kita. Semoga Allah Subhanahu wa ta'ala senantiasa melimpahkan keberkahan dalam ilmu, usia, waktu, dan segala karunia yang telah diberikan kepada kita. Semoga pula apa yang kita pelajari ini kelak menjadi saksi di hadapan Allah, bahwa kita telah berusaha untuk mengikuti jejak Rasulullah dan para sahabatnya. Dan semoga Allah mengumpulkan kita kelak di dalam surga-Nya yang abadi. Amin.

Hadis Auf bin Malik RA tentang Amal dan Kelapangan Dunia

Bismillahirrahmanirrahim. Iyaka na'budu wa iyaka nastain. Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Hanya kepada-Mu kami menyembah dan hanya kepada-Mu kami memohon pertolongan. Kita akan melanjutkan pembahasan hadis yang diriwayatkan oleh Auf bin Malik radhiallahu anhu terkait dengan amal dan bagaimana para sahabat menyikapi ketika Allah meluaskan rezeki dan dunia kepada mereka.

Imam At-Tabrani meriwayatkan dari Auf bin Malik radhiallahu anhu, beliau berkata bahwa Rasulullah sallallahu alaihi wasallam bersabda di tengah-tengah para sahabatnya:

"Apakah kemiskinan yang kalian takutkan, atau kesedihan karena kehilangan dunia? Sesungguhnya Allah akan membukakan bagi kalian (kekuasaan atas) Persia dan Romawi. Dan dunia akan diguyurkan kepada kalian dengan limpah ruah, hingga tidak ada sesuatu pun yang dapat memalingkan kalian setelah sebelumnya kalian pernah menyimpang."

Makna Mendalam dari Sabda Rasulullah SAW

Dalam hadis yang mulia ini, Rasulullah sallallahu alaihi wasallam bertanya kepada para sahabat tentang apa yang paling mereka khawatirkan: kemiskinan atau kesedihan karena urusan duniawi. Kemudian, beliau memberikan kabar gembira sekaligus peringatan yang sangat penting.

Kabar Gembira Penaklukan Persia dan Romawi

Rasulullah menyampaikan janji dari Allah Subhanahu wa ta'ala bahwa kekuasaan atas dua imperium besar saat itu, Persia dan Romawi, akan dibukakan bagi kaum muslimin. Perlu kita ingat bahwa sabda ini diucapkan sebelum penaklukan tersebut benar-benar terjadi. Bahkan, penaklukan Persia baru terjadi setelah Rasulullah wafat, pada masa Khalifah Abu Bakar dan dilanjutkan pada masa Khalifah Umar bin Khattab radhiallahu anhuma. Sementara itu, tanda-tanda kemenangan atas Romawi sudah terlihat pada masa Nabi, seperti dalam Perang Tabuk, meskipun penaklukan penuhnya terjadi kemudian.

Ketika Perang Khandak terjadi pada tahun kelima Hijriah, dalam kondisi sulit dan genting, Rasulullah sallallahu alaihi wasallam memberikan kabar gembira ini sambil memukulkan kapaknya ke batu yang sulit dipecahkan. Setiap pukulan beliau disertai dengan takbir dan penyebutan kunci-kunci kemenangan atas Romawi, Persia, dan Yaman. Ini menunjukkan keyakinan beliau yang teguh akan janji Allah, meskipun kondisi saat itu sangatlah sulit.

Lebih lanjut, penaklukan Yaman juga terjadi setelah Fathu Makkah (penaklukan Mekah) pada tahun ke-8 Hijriah, dengan masuknya wilayah Thaif ke dalam kekuasaan Islam. Ini membuktikan kebenaran nubuat Rasulullah sallallahu alaihi wasallam.

Limpahan Dunia Sebagai Ujian

Setelah memberikan kabar gembira tentang penaklukan dan melimpahnya kekayaan dunia kepada kaum muslimin, Rasulullah sallallahu alaihi wasallam memberikan peringatan yang sangat penting: "Dan dunia akan diguyurkan kepada kalian dengan limpah ruah." Kata "diguyurkan" (تُصَبُّ - tusubbu) memberikan gambaran betapa banyaknya dan tak terhentinya limpahan dunia yang akan datang kepada mereka. Ini adalah konsekuensi logis dari penaklukan Persia dan Romawi, dua kekuatan besar yang memiliki kekayaan melimpah pada masa itu.

Namun, limpahan dunia ini bukanlah semata-mata berkah tanpa ujian. Rasulullah melanjutkan dengan peringatan yang mendalam: "hingga tidak ada sesuatu pun yang dapat memalingkan kalian setelah sebelumnya kalian pernah menyimpang." Peringatan ini mengandung makna yang sangat dalam. Sebelum hidayah Islam datang, kehidupan masyarakat Arab Jahiliyah penuh dengan kesesatan dan penyimpangan.

Setelah Allah memberikan hidayah melalui Islam, kehidupan mereka menjadi lurus dan berada di jalan yang benar. Namun, dengan datangnya kelapangan dunia dan kekayaan yang melimpah, terdapat potensi besar bagi mereka untuk kembali berpaling dari jalan kebenaran tersebut. Dunia dengan segala gemerlap dan kenikmatannya bisa menjadi fitnah (ujian) yang berat, yang dapat menggelincirkan hati dan menjauhkan seseorang dari Allah Subhanahu wa ta'ala.

Peringatan Nabi: Jangan Sampai Dunia Memalingkan

Peringatan Rasulullah sallallahu alaihi wasallam ini sangat relevan bagi kita di setiap zaman. Ketika Allah melimpahkan rezeki dan kemudahan duniawi kepada kita, hendaknya kita senantiasa berhati-hati dan tidak terlena. Kekayaan, kekuasaan, dan segala bentuk kemewahan dunia bisa menjadi ujian yang sesungguhnya. Jangan sampai limpahan dunia membuat kita:

  • Lupa kepada Allah Subhanahu wa ta'ala, Sang Pemberi rezeki.
  • Menyimpang dari ajaran Islam yang lurus.
  • Terjerumus dalam kesombongan, riya, dan perbuatan tercela lainnya.
  • Melalaikan kewajiban-kewajiban agama.
  • Mencintai dunia secara berlebihan dan melupakan akhirat.

Sebagaimana yang pernah diucapkan oleh Sayyidina Abu Bakar Ash-Shiddiq radhiallahu anhu, bahwa rezeki Allah terkadang berada di bawah bayang-bayang pedang, mengisyaratkan bahwa perjuangan dan pengorbanan di jalan Allah seringkali menjadi jalan datangnya rezeki. Namun, ketika rezeki itu telah datang melimpah, kita harus lebih waspada agar tidak terpedaya olehnya.

Marilah kita senantiasa memohon kepada Allah Subhanahu wa ta'ala agar kita dijauhkan dari fitnah dunia dan agar kita mampu menyikapi kelapangan rezeki dengan rasa syukur, ketaatan, dan keimanan yang semakin kuat. Semoga kita termasuk golongan orang-orang yang tidak terlena oleh dunia dan senantiasa istiqamah di jalan-Nya.

Bahaya Terlena Dunia dan Pentingnya Kesiapan Mental

Dunia, dengan segala perhiasan dan perniagaannya, seringkali melalaikan manusia dari tujuan hidup yang sebenarnya. Allah Subhanahu wa ta'ala berfirman dalam Al-Qur'an bahwa kehidupan dunia hanyalah kesenangan yang menipu. Ketika hati telah dikuasai oleh dunia yang menyilaukan, manusia bisa menjadi gelap mata dan tersesat dari jalan kebenaran. Fenomena korupsi yang sistemik, masif, dan brutal yang kita saksikan hari ini adalah salah satu bukti betapa dunia dapat membutakan hati manusia.

Oleh karena itu, Rasulullah sallallahu alaihi wasallam telah mengingatkan para sahabatnya untuk siap mental menghadapi kelapangan dunia. Peringatan ini juga menjadi pelajaran berharga bagi kita dan anak-anak kita. Jika kita pernah mengalami kesulitan hidup dan kini berada dalam kemudahan, kita harus mempersiapkan mental anak-anak kita yang mungkin tidak pernah merasakan kesulitan seperti yang kita alami. Kesiapan mental ini penting agar mereka tidak terlena dan mampu memperlakukan materi dengan bijak.

Sebagaimana hadis dari Hudzaifah Al-Yaman radhiallahu anhu yang bertanya kepada Nabi tentang keburukan setelah kebaikan, ini menunjukkan pentingnya memiliki panduan untuk menghadapi berbagai zaman dan fitnah. Rasulullah memberikan gambaran tentang para penyeru ke neraka jahanam yang kelihatannya mengajak kepada kebaikan. Ini adalah contoh bagaimana kita harus memiliki ilmu dan wawasan agar tidak mudah tertipu oleh penampilan luar.

Pendidikan yang kita berikan kepada anak-anak kita harus mencakup kesiapan mental untuk menghadapi berbagai situasi, baik suka maupun duka. Dengan memiliki maklumat (pengetahuan) yang benar, mereka akan tahu bagaimana bersikap ketika menghadapi ujian dunia. Ini seperti belajar menyetir, di mana kita diajarkan berbagai kemungkinan agar siap menghadapinya ketika terjadi.

Kisah Umar bin Khattab RA: Takut dan Menangis karena Kelapangan Dunia

Umar bin Khattab radhiallahu anhu, seorang khalifah yang adil dan tegas, juga menunjukkan rasa takut dan bahkan menangis ketika Allah meluaskan dunia bagi kaum muslimin. Pada zamannya, penaklukan wilayah terjadi sangat pesat, dan ghanimah (harta rampasan perang) melimpah ruah.

Diriwayatkan dari Al-Misfar ibn Makhramah radhiallahu anhuma, ketika ghanimah dari Perang Qadisiyah dibawa kepada Umar, beliau menerimanya sambil memikirkan bagaimana mengelola harta yang begitu banyak. Saat itu, Umar terlihat menangis. Abdurrahman bin Auf radhiallahu anhu berkata, "Wahai Amirul Mukminin, ini adalah hari kebahagiaan dan kesenangan."

Umar menjawab, "Betul, ini adalah hari kebahagiaan dan kesenangan. Akan tetapi, tidaklah suatu hadiah didatangkan kepada suatu kaum kecuali pasti akan diwariskan kepada mereka permusuhan, kebencian, dan kemarahan."

Ucapan Umar ini mengandung hikmah yang mendalam. Ketika perjuangan masih berat, biasanya orang-orang bersatu dan kompak. Namun, ketika hasil perjuangan telah terlihat dan harta melimpah, seringkali muncul perselisihan dan sikut-sikutan. Setiap orang cenderung merasa paling berjasa dan ingin mendapatkan bagian yang lebih besar. Inilah mengapa Allah Subhanahu wa ta'ala memerintahkan untuk bertasbih dan beristighfar setelah meraih kemenangan, karena kemenangan seringkali menimbulkan kesombongan dan lupa diri.

Fenomena ini bahkan terjadi pada masa Rasulullah sallallahu alaihi wasallam setelah Perang Hunain, ketika sebagian kaum Ansar merasa tidak mendapatkan bagian ghanimah yang adil. Mereka bahkan mengucapkan kata-kata yang kurang baik. Rasulullah kemudian mengumpulkan mereka dan memberikan pilihan yang bijak, yang akhirnya membuat mereka ridha dan kembali bersatu.

Allah Subhanahu wa ta'ala juga menjelaskan bahwa pembagian ghanimah hendaknya tidak hanya berputar di antara orang-orang kaya, tetapi juga diberikan kepada orang-orang miskin dan yang membutuhkan. Ini menunjukkan keadilan Islam dalam распределение kekayaan.

Kisah Umar bin Khattab dan peristiwa setelah Perang Hunain menjadi pelajaran bagi kita semua bahwa kelapangan dunia bisa menjadi ujian yang berat. Kita harus senantiasa waspada, menjaga hati dari kesombongan dan ketamakan, serta mengelola rezeki yang Allah berikan dengan bijak dan adil.

Hikmah di Balik Pembagian Ghanimah: Perspektif Mendalam dari Sirah Nabawiyah

Pembagian ghanimah pada masa Rasulullah sallallahu alaihi wasallam seringkali menyimpan hikmah dan strategi yang mendalam, yang mungkin tidak langsung dipahami oleh sebagian sahabat pada saat itu. Salah satu contohnya adalah ketika Nabi memberikanPrioritas kepada tokoh-tokoh Makkah setelah penaklukan kota tersebut.

Mengapa Rasulullah Memilih Kaumnya dalam Pembagian Ghanimah?

Muncul pertanyaan di kalangan Anshar, apakah Rasulullah lebih memilih kaumnya dalam pembagian ghanimah? Jawabannya tidak. Ada pertimbangan yang jauh lebih strategis di balik tindakan tersebut.

Memastikan Keimanan Muallaf di Makkah

Setelah Makkah takluk, pertanyaan krusial adalah bagaimana memastikan keimanan tokoh-tokoh Makkah yang baru masuk Islam tidak luntur? Rasulullah tidak berada di Makkah, dan jarak antara Makkah dan Madinah kala itu memakan waktu sekitar satu minggu perjalanan. Apa jaminan bahwa keislaman mereka akan bertahan tanpa pengawasan langsung dari Nabi?

Inilah yang menjadi pemikiran serius Rasulullah sallallahu alaihi wasallam, sebuah perspektif yang mungkin tidak sepenuhnya dipahami oleh sebagian kaum Anshar yang mengajukan protes. Rasulullah memikirkan implikasi jangka panjang bagi stabilitas dan perkembangan Islam.

Bimbingan Wahyu dalam Strategi Dakwah

Nabi sallallahu alaihi wasallam dibimbing oleh wahyu dalam mengambil keputusan ini. Harta ghanimah diberikan kepada tokoh-tokoh Quraisy, seperti Abu Sufyan, yang menerima hingga 100 unta, bahkan ada yang mencapai 200 unta. Tindakan ini kemudian menjadi dasar bagi para fuqaha dalam membahas konsep muallafati qulubuhum (orang-orang yang hatinya perlu dirangkul dan dikuatkan).

Konsep Muallafati Qulubuhum

Tidak semua orang yang baru masuk Islam disebut sebagai muallafati qulubuhum. Istilah ini secara spesifik merujuk pada tokoh-tokoh berpengaruh yang baru memeluk Islam dan hatinya perlu diikat agar mereka tetap teguh dalam agama. Mengapa hati mereka perlu diikat? Karena pengaruh yang mereka miliki di tengah masyarakat.

Dengan memberikan bagian ghanimah yang signifikan kepada para pemimpin suku dan kabilah di Makkah, Rasulullah berharap hati mereka terpaut dengan Islam dan tidak kembali kepada kekafiran. Strategi ini terbukti efektif, karena setelah itu Makkah tidak pernah lagi melepaskan diri dari Islam.

Perbandingan dengan Kasus Murtad di Masa Awal Islam

Kita dapat membandingkan stabilitas Makkah dengan beberapa suku dan kabilah lain yang masuk Islam di masa Nabi, namun kemudian murtad setelah Rasulullah wafat, seperti yang terjadi pada sebagian penduduk Najd. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya strategi Rasulullah dalam mengikat hati para tokoh kunci di Makkah.

Hikmah di Balik Hukum Ibadah

Peristiwa ini mengajarkan kita bahwa di balik hukum-hukum ibadah dan pembagian harta dalam Islam, seringkali terdapat filosofi dan hikmah yang mendalam yang perlu kita pahami. Ketidakpahaman terhadap filosofi ini dapat menimbulkan kesalahpahaman dan bahkan protes, seperti yang terjadi pada sebagian kaum Anshar.

Strategi Rasulullah yang Tidak Selalu Dijelaskan

Mengapa Rasulullah tidak menjelaskan secara terbuka alasan di balik pembagian ghanimah yang tampak memprioritaskan tokoh Makkah? Salah satu alasannya adalah untuk menghindari tersinggungan di pihak kaum Quraisy. Jika dijelaskan bahwa pemberian itu bertujuan untuk mengikat hati mereka, hal ini bisa menimbulkan sentimen negatif.

Tindakan Rasulullah ini juga merupakan bagian dari strategi dakwah yang bijaksana pada masa itu.

Pelajaran dari Umar bin Khattab RA: Kekhawatiran di Tengah Kelimpahan

Kisah Umar bin Khattab radhiallahu anhu yang menangis saat menerima limpahan harta dari penaklukan Persia juga memberikan pelajaran penting. Beliau khawatir bahwa kelimpahan harta dapat menimbulkan permusuhan, kebencian, dan kemarahan di antara umat Islam.

Abdurrahman bin Auf RA mengingatkan Umar bahwa itu adalah hari kebahagiaan, namun Umar menjawab bahwa setiap kali suatu kaum diberikan limpahan harta, pasti akan timbul permusuhan dan kebencian di antara mereka. Kekhawatiran Umar ini sejalan dengan apa yang terjadi setelah Perang Hunain, di mana sebagian kaum Anshar merasa tidak adil dalam pembagian ghanimah.

Relevansi di Masa Kini

Hikmah dari peristiwa-peristiwa di masa Rasulullah dan para sahabat tetap relevan hingga kini. Kita perlu memahami bahwa di balik setiap aturan dan tindakan dalam agama Islam, terdapat tujuan dan filosofi yang mendalam. Pemahaman yang benar akan menghindarkan kita dari kesalahpahaman dan membantu kita mengamalkan ajaran Islam dengan lebih bijak.

Kaderisasi Generasi Penerus: Kunci Keberlangsungan Risalah Islam

Rasulullah sallallahu alaihi wasallam tidak hanya menyampaikan risalah Islam, tetapi juga mempersiapkan generasi penerus yang mampu melanjutkannya. Syekh Jihad Aturbani dalam kitabnya "Madrasatu Muhammad sallallahu alaihi wasallam" mengutip hadis riwayat Bukhari yang menggambarkan senyum Rasulullah saat wafat. Senyum ini bukanlah tanpa alasan. Rasulullah telah berhasil melakukan kaderisasi, meninggalkan dunia ini dengan hati tenang karena risalah Islam berada di tangan orang-orang yang siap.

Proses kaderisasi yang berhasil ini kemudian berlanjut. Para sahabat memiliki murid yang dikenal sebagai tabiin, dan tabiin memiliki murid lagi yang disebut atba' tabiin. Ilmu agama terus berkembang melalui generasi ini, berlandaskan Al-Qur'an dan hadis.

Pentingnya "Menginstal Ulang" Pemahaman Islam

Saat ini, pendekatan dalam belajar agama mungkin berbeda, di mana ilmu-ilmu pendukung dipelajari terlebih dahulu sebelum mendalami Al-Qur'an dan hadis. Namun, yang terpenting adalah kita harus di-"install" dengan "installer" yang sama yang digunakan oleh Nabi untuk mendidik para sahabat. Jika ini terjadi, insyaallah generasi emas Islam akan kembali.

Kapan Generasi Emas Islam Akan Kembali?

Mengenai kapan kembalinya generasi emas Islam, ini adalah ilmu Allah. Waktu adalah rahasia-Nya. Tugas kita adalah melakukan edukasi dan mempersiapkan umat. Selebihnya, taufik dari Allah yang akan bekerja. Perjuangan kita, sekecil apapun, jika dilakukan dengan istikamah, akan mendapatkan ganjaran dari Allah.

Bahkan, kemampuan kita untuk istikamah dalam menuntut ilmu agama adalah taufik yang sangat berharga. Contohnya, penulis sendiri telah mengisi kajian selama 20 tahun, dan ini semata-mata karena kekuatan taufik dari Allah.

Kekuatan Taufik dalam Mewujudkan Perubahan

Semuanya akan Allah berikan, dan ketika taufik Allah bekerja, insyaallah semuanya akan menjadi mudah. Yang terpenting adalah kita sudah menapaki jalan yang benar dengan istikamah. Soal kapan tujuan itu tercapai, apakah di zaman kita atau generasi setelah kita, itu bukanlah hal yang utama. Yang terpenting adalah kita tidak menyimpang dari jalan kebenaran.

Jangan sampai kita bersemangat sesaat lalu kendor lagi. Keistiqamahan adalah kunci. Semoga Allah Subhanahu wa ta'ala memberikan kemudahan kepada kita semua.


Tidak ada komentar untuk "Menyikapi Kelapangan Dunia: Pelajaran dari Para Sahabat Rasulullah SAW"