Membangun Kehidupan Bermakna: Kunci Himmah dan Mahabbah kepada Allah SWT

Pentingnya memiliki himmah (cita-cita atau semangat yang tinggi) dan mahabbah (kecintaan yang mendalam) kepada Allah SWT sebagai kunci menuju kehidupan yang bermakna. Pembahasan ini menyoroti bagaimana kondisi hati manusia sangat memengaruhi kualitas hidupnya, serta peran lingkungan dan adab dalam berdakwah.

Hidup dan Matinya Hati: Cerminan Kehidupan Sejati

Hati adalah inti dari keberadaan manusia. Hati yang hidup adalah hati yang dipenuhi dengan ilmu, himmah, dan iradah (keinginan). Untuk menjaga hati tetap hidup, seseorang harus senantiasa berzikir dan menjauhi dosa. Sebaliknya, hati yang mati adalah hati yang tidak lagi mampu membedakan kebaikan (ma'ruf) dan tidak mengingkari kemungkaran, sebagaimana dijelaskan oleh Abdullah bin Mas'ud.

Kondisi hati ini sangat krusial, sejalan dengan sabda Rasulullah SAW:

عَنِ النُّعْمَانِ بْنِ بَشِيرٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: "أَلَا وَإِنَّ فِي الْجَسَدِ مُضْغَةً إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ أَلَا وَهِيَ الْقَلْبُ"

Artinya: "Ketahuilah, bahwa di dalam jasad terdapat segumpal daging. Apabila segumpal daging itu baik, maka baiklah seluruh jasad. Dan apabila segumpal daging itu rusak, maka rusaklah seluruh jasad. Ketahuilah, segumpal daging itu adalah hati." (HR. Bukhari dan Muslim)

Kehidupan Pecinta Allah (Muhibbin): Hati yang Penuh Cinta

Bagi para pecinta Allah (muhibbin), tidak ada kehidupan sejati kecuali dengan himmah yang tinggi. Ibnul Qayyim Al-Jauziyah menegaskan bahwa hati mereka dipenuhi dengan cinta, pendekatan, dan selalu kembali kepada-Nya. Mereka merasakan kebahagiaan dan ketenangan saat mengingat Allah. Jiwa mereka berhasil meninggalkan kerugian dunia dan tidak terpukau oleh gemerlapnya. Mata mereka hanya akan berbinar-binar karena mencintai Allah, melebihi cinta kepada keluarga atau harta, dan malam-malam mereka diisi dengan bermunajat kepada-Nya.

Konsep mahabbah ini ditegaskan dalam Al-Qur'an, salah satunya dalam firman Allah SWT:

قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ ۗ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ

"Katakanlah (Muhammad), 'Jika kamu mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mencintaimu dan mengampuni dosa-dosamu.' Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang." (QS. Ali Imran: 31)

Dan juga dalam Surah Al-Maidah ayat 54:

فَسَوْفَ يَأْتِي اللَّهُ بِقَوْمٍ يُحِبُّهُمْ وَيُحِبُّونَهُ أَذِلَّةٍ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ أَعِزَّةٍ عَلَى الْكَافِرِينَ يُجَاهِدُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَلَا يَخَافُونَ لَوْمَةَ لَائِمٍ ۚ ذَٰلِكَ فَضْلُ اللَّهِ يُؤْتِيهِ مَنْ يَشَاءُ ۚ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ

"Maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum, Dia mencintai mereka dan mereka pun mencintai-Nya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang-orang mukmin, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad di jalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang mencela. Itulah karunia Allah yang diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah Mahaluas (pemberian-Nya), Maha Mengetahui." (QS. Al-Maidah: 54)

Pentingnya Lingkungan dan Teman yang Baik

Bergaul dengan orang-orang saleh sangat penting untuk menjaga kesucian hati dan pikiran. Lingkungan yang baik turut berperan dalam pembentukan karakter, terutama bagi anak-anak. Hal ini diperkuat oleh hadits Rasulullah SAW yang menggambarkan pengaruh teman:

عَنْ أَبِي مُوسَى رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "مَثَلُ الْجَلِيسِ الصَّالِحِ وَالْجَلِيسِ السَّوْءِ كَحَامِلِ الْمِسْكِ وَنَافِخِ الْكِيرِ، فَحَامِلُ الْمِسْكِ إِمَّا أَنْ يُحْذِيَكَ وَإِمَّا أَنْ تَبْتَاعَ مِنْهُ وَإِمَّا أَنْ تَجِدَ مِنْهُ رِيحًا طَيِّبَةً، وَنَافِخُ الْكِيرِ إِمَّا أَنْ يُحْرِقَ ثِيَابَكَ وَإِمَّا أَنْ تَجِدَ رِيحًا خَبِيثَةً"

Artinya: "Perumpamaan teman duduk yang saleh dan teman duduk yang buruk adalah seperti penjual minyak wangi dan pandai besi. Penjual minyak wangi bisa jadi memberimu (minyak wangi), atau kamu membeli darinya, atau kamu mendapatkan bau harum darinya. Sedangkan pandai besi, bisa jadi membakar pakaianmu, atau kamu mendapatkan bau busuk darinya." (HR. Bukhari dan Muslim)

Contoh nyata himmah tinggi juga terlihat pada sosok Ibnu Abbas RA, seorang ulama yang keunggulannya dalam berbagai disiplin ilmu dan akhlak mulianya adalah hasil dari semangat dan cita-citanya yang tinggi.

Ibnu Abbas Teladan Himmah dalam Menuntut Ilmu

Abdullah bin Abbas, sepupu Rasulullah SAW, adalah contoh nyata himmah (semangat dan cita-cita tinggi) dalam mencari ilmu. Meskipun Rasulullah wafat saat beliau masih muda, doa Nabi SAW agar Ibnu Abbas diberi pemahaman agama dan tafsir Al-Qur'an terbukti nyata.

Beliau adalah sepupu Rasulullah SAW, lahir tiga tahun sebelum hijrah. Meskipun Rasulullah wafat saat Ibnu Abbas masih sangat muda (sekitar 13 tahun), beliau telah didoakan secara khusus oleh Nabi SAW:

اللَّهُمَّ فَقِّهْهُ فِي الدِّينِ وَعَلِّمْهُ التَّأْوِيلَ

Artinya: "Ya Allah, berilah ia pemahaman dalam agama dan ajarkanlah kepadanya takwil (tafsir Al-Qur'an)." (HR. Bukhari dan Muslim)

Sejak kecil, Ibnu Abbas menunjukkan kecerdasan luar biasa. Ia pernah menginap di rumah Nabi, menyiapkan air wudhu, dan menunjukkan adab serta rasa hormat yang tinggi, membuat Rasulullah mendoakannya.

Wafatnya Rasulullah tidak memadamkan semangatnya. Justru, ia berkeliling menemui para sahabat senior. Salah satu kisah terkenal, ia pernah menunggu seorang sahabat di depan pintu hingga tertidur di atas tanah berdebu, hanya untuk mendengar hadits langsung. Ketika ditanya mengapa tidak mengutus orang lain, Ibnu Abbas menjawab dengan kerendahan hati, "Tidak, akulah yang lebih berhak mendatangimu. Aku ingin mendengar langsung darimu."

Berkat kegigihan ini, Ibnu Abbas tumbuh menjadi ulama besar, ahli tafsir Al-Qur'an ("Turjumanul Qur'an"), dan ahli hadits ("Habrul Ummah"). Kisahnya mengajarkan kita bahwa dengan himmah tinggi, rasa haus ilmu, serta kerendahan hati, seseorang dapat mencapai puncak keilmuan dan memberi manfaat besar bagi umat.

Pada akhirnya, kehidupan sejati adalah kehidupan orang-orang yang mencintai Allah, di mana hati mereka hidup dan dipenuhi dengan cinta kepada-Nya. Ini diwujudkan melalui zikir yang terus-menerus, meninggalkan maksiat, dan senantiasa berinteraksi dengan lingkungan yang mendukung kebaikan. Dengan himmah yang tinggi dan mahabbah yang mendalam, setiap Muslim dapat meraih kebahagiaan sejati di dunia dan akhirat. (13)

Tidak ada komentar untuk "Membangun Kehidupan Bermakna: Kunci Himmah dan Mahabbah kepada Allah SWT"